Legenda Candi Prambanan dan Cinta yang Diuji

Candi Prambanan.
(Sumber gambar: id.wikipedia.org)

Firza menatap layar ponselnya, membaca pesan dari temannya, Arief. "Bro, lu tahu nggak, katanya kalau pasangan pergi ke Candi Prambanan, hubungan mereka bakal putus. Mitos sih, tapi banyak yang bilang gitu."

Firza merenung sejenak. Ia dan Tara sudah berpacaran selama empat tahun, tapi belakangan ini, ia merasa ada yang kurang. Getaran cinta yang dulu membakar hatinya kini mulai memudar. Namun, ia tidak ingin menyakiti Tara dengan memutuskan hubungan secara langsung. Pesan Arief itu terngiang di kepalanya—mungkin, jika legenda itu benar, ada cara yang lebih mudah untuk mengakhiri hubungan mereka tanpa harus mengucapkan kata-kata pahit.

Dengan hati yang berat, Firza memutuskan untuk mengajak Tara berlibur ke Yogyakarta dan mengunjungi Candi Prambanan. Ia berharap legenda itu akan bekerja, dan hubungan mereka akan berakhir dengan sendirinya, seperti daun yang gugur tanpa paksaan.

Tara, yang tidak tahu niat tersembunyi Firza, sangat antusias dengan rencana itu. "Wah, akhirnya kita bisa jalan-jalan berdua ke Yogya. Aku udah lama pengen ke sana," katanya sambil tersenyum lebar, matanya berbinar penuh harap.

Firza hanya tersenyum tipis, rasa bersalah menyelinap di hatinya, tapi ia tetap melanjutkan rencananya.

***

Sesampainya di Yogyakarta, mereka menghabiskan hari pertama dengan berkeliling di Malioboro, mencicipi gudeg, dan berfoto di sudut-sudut kota yang penuh kenangan. Tara tampak bahagia, dan Firza merasa semakin terbebani oleh rencananya. Keesokan harinya, mereka akhirnya berangkat ke Candi Prambanan.

Saat tiba di kompleks candi, angin sepoi-sepoi menyapa mereka. Candi-candi megah berdiri kokoh, menyisakan cerita masa lalu yang terukir di setiap batu. Firza merasa jantungan. Ia berharap legenda yang diceritakan Arief itu benar, tapi di saat yang sama, ada perasaan aneh yang menggelayuti hatinya—seperti ada yang tidak beres dengan rencananya.

Mereka berjalan-jalan, mengambil foto, dan menikmati pemandangan. Tiba-tiba, seorang penjaga candi tua mendekati mereka. Wajahnya keriput tetapi menunjukkan keramahan dan matanya menyimpan kebijaksanaan. "Selamat datang di Candi Prambanan. Apakah kalian tahu cerita di balik candi ini?" tanyanya dengan suara lembut.

Tara menggeleng, "Tidak terlalu tahu, Pak. Boleh ceritakan sedikit?"

Penjaga itu tersenyum dan mulai bercerita.  

***

"Dahulu kala," katanya, "ada seorang pangeran bernama Bandung Bondowoso yang jatuh cinta pada putri cantik bernama Roro Jonggrang. Namun, Roro Jonggrang menolak cinta itu karena Bandung telah membunuh ayahnya dalam peperangan. Untuk menghindari pernikahan, Roro Jonggrang memberikan syarat mustahil: membangun seribu candi dalam semalam. Dengan bantuan jin, Bandung hampir berhasil, tapi Roro Jonggrang mengelabuinya dengan membangunkan ayam jantan lebih awal, membuat Bandung gagal. Marah, Bandung mengutuk Roro Jonggrang menjadi patung, yang kini berdiri di salah satu candi ini."

Penjaga itu berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Legenda ini sebenarnya tentang cinta yang tragis dan pengkhianatan. Banyak yang salah paham, mengira candi ini membawa kutukan bagi pasangan kekasih. Padahal, Prambanan adalah simbol cinta yang abadi—tapi juga pengingat bahwa cinta sejati membutuhkan kejujuran dan perjuangan, bukan tipu daya."

Firza mendengarkan dengan seksama, setiap kata penjaga itu seperti menusuk hatinya. Ia menoleh ke Tara, yang tampak terpesona dengan cerita itu. 

"Wah, ceritanya menarik ya. Tapi sedih juga," ucap Tara sambil memandang candi-candi di sekitar mereka.

Firza mengangguk, "Iya, sedih. Tapi mungkin ada pelajaran yang bisa diambil."

***

Setelah penjaga itu pergi, mereka melanjutkan perjalanan, tapi pikiran Firza berkecamuk. Legenda yang ia harapkan akan memutuskan hubungannya dengan Tara ternyata memiliki makna yang jauh lebih dalam. Apakah ia benar-benar ingin mengakhiri hubungan ini? Atau apakah ia hanya sedang lari dari masalah yang seharusnya mereka hadapi bersama?

Saat senja tiba, mereka duduk di salah satu bangku di kompleks candi, menikmati matahari yang perlahan tenggelam di ufuk barat. Langit berwarna jingga, menciptakan suasana hangat di antara reruntuhan batu tua. Tara memegang tangan Firza, "Aku senang kita bisa ke sini bareng. Rasanya romantis banget."

Firza memandang Tara, dan tiba-tiba ia tersadar. Di mata Tara, ia melihat cinta yang masih ada—mungkin sedikit redup, tapi belum padam. Mungkin hubungan mereka memang sedang diuji, tapi itu bukan alasan untuk menyerah begitu saja pada takhayul.

Dengan suara pelan, Firza berkata, "Tara, aku mau jujur. Aku sempat berpikir untuk mengakhiri hubungan kita. Aku merasa kita udah nggak seharmonis dulu. Makanya aku ajak kamu ke sini, karena aku dengar mitos soal Prambanan. Tapi setelah mendengar cerita tadi, aku sadar bahwa cinta itu butuh perjuangan. Aku masih sayang sama kamu, dan aku nggak mau kita berpisah karena kesalahpahaman."
 
Tara terkejut, matanya berkaca-kaca, tapi ia mengangguk. "Aku juga merasa ada yang kurang belakangan ini. Tapi aku nggak mau kita berpisah. Ayo kita coba perbaiki bersama."

Mereka berpelukan di bawah langit senja, merasa lega sekaligus bertekad untuk memperjuangkan cinta mereka. Di kejauhan, penjaga candi tua itu tersenyum kecil, seolah tahu bahwa legenda Prambanan telah membawa hikmah bagi sepasang kekasih ini.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.