Psikologi Positif sebagai Jalan Pemulihan dan Pengembangan Diri Pasca Pandemi

Psikologi Positif: Memupuk Kebahagiaan dan Pengembangan Diri karya Garvin Goei.
(Sumber gambar: goodreads.com)

Pandemi yang melanda dunia beberapa tahun terakhir telah meninggalkan jejak mendalam, tidak hanya pada aspek ekonomi dan sosial, tetapi juga pada kesehatan mental kita. Ketidakpastian, kecemasan, dan isolasi menjadi bagian dari pengalaman kolektif yang sulit dilupakan. Kini, di tengah fase pemulihan, kita sering kali terfokus pada hal-hal eksternal seperti stabilitas ekonomi, tetapi pemulihan internal—khususnya kesehatan mental—juga sama pentingnya, bahkan mungkin lebih utama. Buku Psikologi Positif: Memupuk Kebahagiaan dan Pengembangan Diri karya Garvin Goei memberikan sudut pandang yang relevan dan praktis untuk menghadapi tantangan ini. Lebih dari sekadar ajakan untuk berpikir positif, buku ini mengajarkan kita cara mengenali kualitas dalam diri, mengembangkan potensi, dan menghadapi pengalaman negatif dengan bijaksana agar kita dapat bangkit kembali sebagai individu yang lebih baik.

Memahami Psikologi Positif: Bukan Sekadar Berpikir Positif

Psikologi positif sering disalahartikan sebagai ilmu yang mendorong kita untuk selalu optimistis dan mengabaikan kesulitan yang dialami secara nyata. Namun, sebagaimana dijelaskan dalam buku ini, pendekatan ini jauh lebih dalam. Psikologi positif tidak menyangkal adanya emosi atau pengalaman negatif—sebaliknya, ia mengajak kita untuk menyadari dan menerima hal-hal tersebut sebagai bagian dari kehidupan. Yang membedakannya adalah cara kita menyikapi pengalaman tersebut. Alih-alih tenggelam dalam keputusasaan, kita diajak untuk mengontrol emosi, mencari makna, dan tumbuh dari setiap tantangan. Dalam konteks pasca pandemi, ketika banyak orang masih bergulat dengan dampak emosional, pendekatan ini menjadi alat yang powerful untuk memulai proses pemulihan.

Garvin Goei menegaskan bahwa psikologi positif bertujuan membantu kita mengenali kelebihan dalam diri dan mengembangkannya agar kita bisa hidup secara optimal. Seperti yang dikatakan di buku ini, “Psikologi positif akan membantu kita untuk lebih mengenali diri kita, terutama kelebihan-kelebihan yang ada di dalam diri kita, serta mengembangkannya agar kita bisa hidup secara optimal.” Ini adalah panggilan supaya tidak hanya bertahan, melainkan juga untuk berkembang, bahkan di tengah situasi sulit.

Konsep PERMA: Kerangka Kesejahteraan Holistik

Salah satu pilar utama yang diperkenalkan dalam buku ini adalah konsep PERMA, yang dikembangkan oleh Martin Seligman, bapak psikologi positif. PERMA adalah akronim dari lima unsur kesejahteraan:

1. Positive Affect (afeksi positif): Mengenali dan memupuk emosi positif dalam kehidupan sehari-hari.

2. Engagement (keterikatan): Menemukan fokus dan keterlibatan penuh dalam aktivitas yang kita lakukan.

3. Relationship (hubungan antarmanusia): Membangun dan memelihara hubungan sosial yang bermakna.

4. Meaning (makna hidup): Menemukan tujuan yang memberikan arah dan nilai dalam hidup.

5. Accomplishment (pencapaian): Meraih tujuan dan merasakan kepuasan dari usaha yang dilakukan.

Kerangka ini memberikan pendekatan holistik untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan. Dalam konteks pemulihan pasca pandemi, PERMA bisa menjadi panduan untuk membangun kembali kehidupan yang tidak hanya stabil, tetapi juga bermakna.

Pendekatan Bertahap dalam Psikologi Positif

Garvin Goei memberikan sudut pandang praktis dengan memperkenalkan pendekatan bertahap dalam menerapkan psikologi positif. Pendekatan ini terdiri dari tiga level:

Level Subjektif (Hedonisme): Pada tahap awal, kita diajak untuk mengejar kepuasan hidup melalui hal-hal sederhana. Setelah masa sulit seperti pandemi, mengakui dan menikmati momen kebahagiaan kecil—seperti secangkir kopi hangat atau percakapan ringan dengan teman—adalah langkah penting untuk memulihkan semangat.

Level Individual (Eudaimonia): Terinspirasi dari filsafat Aristoteles, tahap ini menekankan keseimbangan dan pengembangan potensi diri. Kita diajak untuk mencari makna yang lebih dalam, tidak hanya mengejar kebahagiaan sesaat, tetapi juga membangun kehidupan yang selaras dengan nilai dan tujuan pribadi.

Level Kelompok (PERMA): Pada tahap ini, fokus beralih ke interaksi sosial dan pencapaian kolektif. Membangun kembali hubungan yang mungkin terputus selama pandemi dan merasa terlibat dalam komunitas menjadi kunci untuk mendukung kesejahteraan jangka panjang.

Pendekatan bertahap ini memastikan bahwa proses pemulihan tidak terasa berat atau dipaksakan, melainkan alami dan berkelanjutan.

Mengelola Emosi Positif dan Negatif

Salah satu poin yang menarik dalam buku ini adalah penekanan pada pengelolaan emosi, khususnya emosi positif sebagai bagian dari unsur pertama PERMA. Garvin mengajak pembaca untuk mengenal emosi dasar manusia—baik positif maupun negatif—dan belajar mengendalikannya. Ia menyoroti bahaya ruminasi, yaitu kecenderungan untuk terus memutar ulang kenangan buruk di pikiran, yang dapat memperburuk kondisi mental. Sebagai solusi, ia menyarankan strategi seperti distraksi (mengalihkan perhatian ke aktivitas lain) dan pemaknaan ulang (melihat situasi dari perspektif yang lebih konstruktif).

Lebih jauh lagi, buku ini mengajarkan cara memupuk optimisme serta belajar memaafkan dan menerima diri sendiri. Dalam konteks pasca pandemi, langkah ini sangat relevan. Banyak orang mungkin merasa bersalah atau kecewa atas apa yang tidak bisa mereka capai selama masa sulit. Psikologi positif mendorong kita untuk melepaskan beban tersebut dan membuka lembaran baru dengan harapan yang realistis.

Penerapan di Dunia Kerja

Buku ini juga membahas penerapan prinsip-prinsip psikologi positif dalam dunia kerja, yang menjadi salah satu sorotan menarik. Dalam lingkungan kerja pasca pandemi—yang sering kali ditandai dengan tekanan dan perubahan—komunikasi yang sehat dan hubungan yang suportif sangat dibutuhkan. Dengan menerapkan konsep PERMA, kita dapat meningkatkan keterikatan dalam pekerjaan, membangun relasi yang positif dengan rekan kerja, dan menemukan makna dalam tugas-tugas kita. Ini tidak hanya membantu pemulihan individu, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan harmonis.

Kesimpulan: Psikologi Positif untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Buku "Psikologi Positif: Memupuk Kebahagiaan dan Pengembangan Diri" karya Garvin Goei adalah panduan yang tepat untuk navigating fase pemulihan pasca pandemi. Dengan pendekatan bertahap dan konsep PERMA, buku ini mengajarkan kita cara menghadapi pengalaman negatif tanpa kehilangan harapan, sekaligus memupuk kualitas positif dalam diri. Psikologi positif bukan tentang menutup mata terhadap realitas sulit, tetapi tentang menemukan kekuatan untuk bangkit dan berkembang darinya.

Di masa pemulihan ini, mari kita ambil langkah untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga hidup secara optimal. Seperti yang dikatakan Garvin Goei, psikologi positif adalah alat untuk mengenali kelebihan kita dan mengembangkannya demi kebahagiaan dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Dengan demikian, kita dapat menatap masa depan dengan keyakinan dan makna yang baru.

Esai ini menggabungkan pemahaman tentang psikologi positif dari buku Garvin Goei dengan konteks pemulihan pasca pandemi, menggunakan bahasa yang jelas dan struktur yang logis untuk memudahkan pembaca mengikuti alur pemikiran.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.