Menelusuri Harmoni Keluarga dari 'Aku, Meps, dan Beps'


Aku, Meps, dan Beps karya Reda Gaudiamo dan Soca Sobitha, dengan ilustrasi dari Cecillia Hidayat, adalah buku yang menggambarkan hubungan harmonis antara orang tua dan anak. Ditulis dari sudut pandang Soca, yang saat itu masih duduk di bangku TK sampai SD, buku ini mengajak pembaca masuk ke dunia penuh keluguan, kejujuran, dan kehangatan keluarga. Kemudian, tulisan saya kali ini akan mengeksplorasi bagaimana buku ini mengilustrasikan pentingnya komunikasi terbuka dalam hubungan orang tua dan anak untuk membentuk karakter anak yang percaya diri dan kritis, sekaligus bagaimana buku ini membawa pembaca dewasa, seperti saya, kembali ke kenangan masa kecil yang polos dan penuh nostalgia.

Hubungan Orang Tua dan Anak

Salah satu kekuatan utama buku ini terletak pada penggambaran interaksi antara Soca dan orang tuanya, yang ia panggil Meps (ibu) dan Beps (ayah). Dalam cerita, Meps dan Beps memberikan kebebasan kepada Soca untuk mengekspresikan perasaannya tanpa rasa takut dihakimi. Pendekatan ini menciptakan lingkungan yang mendukung Soca untuk menjadi anak yang terbuka dan mampu berpikir kritis. Ia dengan leluasa menceritakan pengalaman sehari-harinya, mulai dari kejadian di sekolah hingga pengamatan tentang lingkungannya.
 
Meps dan Beps tidak digambarkan sebagai sosok sempurna. Mereka adalah dua individu dengan kekurangan dan kelebihan yang saling melengkapi. Ketidaksempurnaan ini justru menjadi pelajaran berharga bagi Soca, yang belajar bahwa setiap orang memiliki sisi lemah dan kuat. Hubungan ini mencerminkan harmoni yang sesungguhnya—bukan karena absennya konflik, tetapi karena adanya komunikasi yang jujur dan saling pengertian. Bagi saya, ini menegaskan bahwa hubungan orang tua dan anak yang baik tidak harus ideal, tetapi harus memberi ruang bagi anak untuk tumbuh dengan kepercayaan diri.

Penggambaran Kehidupan Sehari-hari

Sebagai narator, Soca mengisahkan kehidupannya dengan gaya yang polos dan lugu, khas anak-anak seusianya. Ia mengamati dunia di sekitarnya dengan rasa ingin tahu yang besar, lalu mendeskripsikannya dengan cara yang sederhana. Salah satu bagian yang menonjol adalah cerita tentang binatang peliharaan di rumahnya. Detail ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menunjukkan bagaimana seorang anak memandang dunia dengan penuh keajaiban dan kejujuran.  

Melalui mata Soca, kita diajak untuk melihat kembali keindahan dalam hal-hal kecil yang sering luput dari perhatian orang dewasa: suara burung yang memanggil, kegembiraan mandi hujan, atau kekhawatiran tentang tugas sekolah. Kisah ini mengingatkan kita bahwa perspektif anak-anak, meskipun sederhana, memiliki kedalaman emosional yang mampu menyentuh hati.

Dampak pada Pembaca Dewasa

Bagi pembaca dewasa seperti saya, yang membaca buku ini di usia 25 tahun ke atas, Aku, Meps, dan Beps lebih dari sekadar cerita anak-anak. Buku ini menjadi sebuah mesin waktu yang membawa saya kembali ke masa kecil. Membaca pengalaman Soca memicu nostalgia—ingatan tentang kegembiraan kecil seperti bermain di bawah hujan, kecemasan menghadapi sekolah, atau kebahagiaan memiliki hewan peliharaan. Selain itu, ia mengingatkan saya bahwa di masa kanak-kanak, kita seharusnya bebas mengekspresikan perasaan, dan orang tua memiliki peran besar untuk mendengarkan dengan penuh perhatian. Kekuatan buku ini terletak pada kemampuannya menjembatani generasi, menghubungkan pengalaman anak-anak dengan kenangan orang dewasa.

Ilustrasi dan Narasi

Ilustrasi karya Cecillia Hidayat dalam buku ini bukan sekadar hiasan, melainkan elemen yang memperkaya cerita. Gambar-gambar yang ekspresif ini melengkapi narasi Soca, membantu pembaca membayangkan emosi dan situasi yang ia alami. Kombinasi antara teks yang jujur dan ilustrasi yang hidup menciptakan pengalaman membaca yang utuh dan memikat. Bagi saya, ilustrasi ini menambah dimensi baru pada cerita, membuat dunia Soca terasa lebih nyata dan dekat.

***

Aku, Meps, dan Beps adalah karya sederhana tetapi penuh makna. Buku ini menunjukkan bahwa komunikasi terbuka antara orang tua dan anak adalah kunci untuk membentuk karakter anak yang percaya diri dan kritis, sekaligus menciptakan hubungan keluarga yang harmonis. Lewat cerita yang lucu, jujur, dan apa adanya, serta ilustrasi yang memukau, buku ini berhasil mengajak pembaca dewasa untuk bernostalgia dan merenungkan masa kecil mereka sendiri. Bagi saya, buku ini adalah pengingat tentang keindahan kepolosan anak-anak dan pentingnya mendengarkan suara mereka—baik dalam cerita maupun kehidupan nyata. Selamat kepada Reda Gaudiamo, Soca Sobitha, dan Cecillia Hidayat atas karya yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menyentuh hati.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.