Korupsi di Indonesia: Semakin Menjengkelkan dan Tak Kunjung Usai

Ilustrasi tindakan korupsi.
(Sumber gambar: freepik.com)

Kasus korupsi yang kembali menjerat petinggi Pertamina semakin menegaskan bahwa budaya korupsi di Indonesia masih jauh dari kata lenyap. Berita terbaru tentang keterlibatan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, beserta enam orang lainnya dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah 2018-2023 sungguh membuat masyarakat geram. Bagaimana tidak? Praktik busuk ini tidak hanya menguras keuangan negara, tetapi juga berdampak langsung pada harga bahan bakar yang semakin mahal dan membebani rakyat kecil.

Ironisnya, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Riva Siahaan justru sempat menerima penghargaan PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini semakin mempertegas bahwa korupsi bukan hanya merajalela di balik layar, melainkan juga terbungkus rapi dengan citra kepemimpinan yang seolah-olah profesional dan berintegritas. Fenomena ini bukan hal baru. Sudah terlalu sering terjadi bahwa pejabat yang tampak bersih di permukaan ternyata bermain kotor di belakang layar.

Dugaan tindak pidana dalam kasus ini sungguh sistematis dan terencana. Modus operandinya melibatkan manipulasi produksi minyak dalam negeri untuk membuka jalan bagi impor minyak mentah dengan harga tinggi, yang ternyata sudah dikondisikan sejak awal. Bahkan, ada kesepakatan harga yang sudah ditentukan sebelum tender dijalankan, sehingga keuntungan besar mengalir ke pihak tertentu sementara negara mengalami kerugian mencapai Rp193,7 triliun. Angka yang begitu fantastis, setara dengan dana yang seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Lebih menjengkelkan lagi, dampak dari kasus ini dirasakan langsung oleh masyarakat dalam bentuk harga bahan bakar yang mahal. Penggelembungan harga impor minyak mentah berkontribusi terhadap tingginya harga indeks pasar BBM, yang berimbas pada kenaikan subsidi dan kompensasi dari APBN. Pada akhirnya, yang menanggung beban adalah rakyat kecil yang harus membayar lebih untuk bahan bakar yang seharusnya bisa lebih murah jika tidak ada permainan kotor di baliknya.

Kasus ini juga menunjukkan betapa korupsi di sektor energi sudah mengakar kuat, melibatkan berbagai pihak mulai dari petinggi BUMN hingga pengusaha swasta yang menjadi broker. Bahkan, di luar dugaan, bahan bakar dengan kualitas lebih rendah dicampur di depo untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi. Hal tersebut bukan sekadar penyimpangan, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap kepentingan rakyat.

Masyarakat sudah terlalu muak dengan kasus-kasus korupsi seperti ini. Setiap tahun, selalu ada berita serupa: pejabat tertangkap, uang negara raib, dan rakyat menanggung akibatnya. Namun, yang lebih menyebalkan adalah fakta bahwa hukuman bagi para koruptor sering kali tidak memberikan efek jera. Tidak jarang, setelah beberapa tahun mendekam di penjara, para koruptor justru kembali menikmati hasil kejahatan mereka atau bahkan kembali ke dunia politik dan bisnis dengan kekuatan yang lebih besar.

Keberanian Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus ini patut diapresiasi, tetapi itu belum cukup. Perlu ada reformasi total pada sistem pengawasan dan sanksi bagi para koruptor. Hukuman yang lebih berat, seperti penyitaan seluruh aset hasil korupsi dan larangan seumur hidup bagi pelaku untuk kembali ke jabatan publik, harus segera diterapkan agar tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk mengulangi perbuatannya.

Korupsi seperti ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Jika dibiarkan terus terjadi, bukan tidak mungkin krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin rendah. Jangan biarkan Indonesia terus menjadi ladang subur bagi para pencuri uang negara. Sudah saatnya tindakan tegas dan revolusioner dilakukan supaya kasus-kasus serupa tidak lagi menjadi berita rutin yang hanya membuat rakyat semakin kecewa dan marah.


_______
Referensi:
https://www.kompas.id/artikel/kronologi-kasus-pertamina-rugikan-negara-rp-1937-triliun-produk-ron-90-dibayar-seharga-ron-92
Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.