Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan

Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan karya Dewi Anggraeni.
(Sumber: goodreads.com)

Tragedi Mei 1998 adalah salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah Indonesia. Peristiwa ini tidak hanya mengakibatkan jatuhnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, tetapi juga meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat, terutama etnis Tionghoa dan kaum perempuan. Buku Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan karya Dewi Anggraeni memberikan perspektif mendalam mengenai bagaimana kekerasan dan ketidakadilan yang terjadi saat itu bukan hanya akibat krisis ekonomi dan politik, melainkan juga hasil rekayasa sistematis yang memanfaatkan kondisi sosial yang sudah rapuh. Buku ini juga mengungkapkan latar belakang terbentuknya Komnas Perempuan sebagai respons terhadap kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam peristiwa tersebut.

Tragedi Mei 1998: Rekayasa atau Spontanitas?

Buku ini menyoroti bahwa kekerasan yang terjadi pada Mei 1998 bukanlah sesuatu yang terjadi secara spontan, melainkan hasil dari rekayasa pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan sentimen rasial dan kondisi sosial-politik yang tidak stabil. Dalam kerusuhan tersebut, terjadi penjarahan besar-besaran, perusakan properti, serta kekerasan terhadap etnis Tionghoa, terutama perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Kejahatan ini dilakukan secara sistematis, di mana pelaku kejahatan menghasut masyarakat miskin untuk melakukan aksi penjarahan, sementara dalang di baliknya tetap berada dalam bayang-bayang.

Peran Komnas Perempuan dalam Menegakkan Keadilan

Salah satu dampak positif dari Tragedi Mei 1998 adalah lahirnya Komnas Perempuan. Dewi Anggraeni menjelaskan bahwa meskipun awalnya banyak pejabat yang meragukan adanya kekerasan seksual terhadap perempuan Tionghoa, tekanan dari masyarakat sipil dan keberanian para aktivis perempuan membuat isu ini akhirnya mendapat perhatian pemerintah. Presiden B.J. Habibie membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang mengonfirmasi adanya pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa. Komnas Perempuan kemudian didirikan sebagai lembaga independen yang bertugas untuk menangani kasus-kasus kekerasan berbasis gender dan memastikan perlindungan terhadap hak-hak perempuan di Indonesia.

Pentingnya Mengingat Sejarah

Buku ini juga mengingatkan kita bahwa sejarah kelam seperti Tragedi Mei 1998 harus terus dipelajari agar tidak terulang kembali. Sayangnya, masih banyak pihak yang berusaha menutupi atau mengaburkan fakta-fakta terkait peristiwa ini. Buku ini diterbitkan sebagai pengingat bagi masyarakat, terutama saat perhelatan politik seperti Pemilihan Presiden, untuk menuntut pemimpin yang berani mengakui kebenaran sejarah dan memberikan keadilan bagi para korban. Pengakuan dan permintaan maaf dari pemerintah bukan hanya menjadi bentuk tanggung jawab negara, tetapi juga langkah awal menuju rekonsiliasi dan pemulihan bagi korban serta bangsa Indonesia secara keseluruhan.

***

Tragedi Mei 1998 bukan sekadar peristiwa kerusuhan biasa, melainkan cerminan dari masalah struktural yang lebih dalam, termasuk ketidakadilan sosial, diskriminasi rasial, dan kekerasan berbasis gender. Buku Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan membuka mata kita tentang pentingnya perjuangan hak asasi manusia dan peran masyarakat dalam menuntut keadilan. Dengan terus mengingat dan mempelajari sejarah ini, kita dapat mencegah terulangnya tragedi serupa serta membangun Indonesia yang lebih adil, setara, dan menghargai hak-hak semua warganya.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.