Merajut Makna Islam Melalui Sudut Pandang Cak Dlahom


Buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya: Kisah Sufi dari Madura karya Rusdi Mathari mengajarkan kepada pembaca bahwa agama, khususnya Islam, bukanlah sekadar kumpulan simbol dan ritual yang dikerjakan tanpa kesadaran mendalam. Melalui tokoh utamanya, Cak Dlahom, penulis menghadirkan kisah-kisah yang sederhana tetapi sarat makna, yang menantang pembaca untuk merenungi ulang pemahaman mereka terhadap agama, moralitas, dan kehidupan bermasyarakat.

Cak Dlahom, meski oleh masyarakat di sekitarnya dianggap “tidak waras” karena gaya hidup dan pemikirannya yang nyentrik, justru menjadi cerminan dari kebijaksanaan yang murni. Ia menunjukkan bagaimana agama harus dimaknai lebih dari sekadar kulitnya, yakni dengan penghayatan mendalam dan pengaplikasian nyata untuk kemaslahatan umat manusia. Buku ini bukan hanya menjadi sarana hiburan dengan pendekatan humornya, melainkan juga menjadi panduan refleksi spiritual yang menarik.

Cak Dlahom: Suara dari Orang Pinggiran

Tokoh Cak Dlahom yang tinggal di kandang kambing dan hidup serba kekurangan digambarkan sebagai pribadi yang rendah hati, enggan disebut guru, tetapi memiliki kebijaksanaan luar biasa. Dialog-dialognya kerap mengkritik perilaku umat Islam yang terlalu fokus pada simbol dan ritual tanpa memahami esensi dari ajaran Islam itu sendiri.

Misalnya, dalam cerita “Ikan Mencari Air, Mat Piti Mencari Allah,” Cak Dlahom menggugat cara manusia mencari Tuhan dengan pendekatan lahiriah semata. Ia menegaskan bahwa keberadaan Allah tidak perlu dicari, karena telah hadir dalam setiap aspek kehidupan manusia. “Bagaimana kamu akan mengenali Allah sementara salatmu baru sebatas gerakan lahiriah,” kata Cak Dlahom. Dengan pernyataan ini, ia mengingatkan bahwa ibadah harus diresapi dengan kesadaran penuh, bukan sekadar rutinitas.

Dalam kisah “Membakar Surga, Menyiram Neraka,” ia menekankan bahwa tujuan ibadah bukanlah demi memperoleh surga atau menghindari neraka, tetapi karena cinta kepada Allah. Bagi Cak Dlahom, keimanan yang sejati mesti tercermin dari kepedulian kepada sesama manusia, seperti menolong yang lemah, bukan hanya berlomba dalam simbol-simbol ketaatan.

Menampilkan Nilai-Nilai Universal secara Tersirat

Buku ini memuat banyak pelajaran moral yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, di antaranya:

Ikhlas yang Sejati
Cak Dlahom mengajarkan bahwa ikhlas adalah memberi tanpa mengingat dan tanpa perhitungan, sebagaimana digambarkan dalam cerita “Menghitung Berak dan Kencing.” Ia membandingkan keikhlasan dengan proses biologis manusia, yang berlangsung tanpa kita sadari dan hitung. Pesan ini menegur perilaku manusia yang sering mengklaim keikhlasan tetapi terus mengingat jasa yang telah diberikannya.

Rendah Hati dalam Ilmu
Walaupun kaya akan kebijaksanaan, Cak Dlahom enggan menyebut dirinya sebagai guru. Ia mencontohkan bahwa semakin tinggi ilmu seseorang, semakin besar pula tanggung jawab untuk tetap rendah hati. Sikap ini ditunjukkan dalam dialognya dengan Gus Mut, yang datang untuk berguru kepadanya, tetapi ia menolak dengan sederhana: “Aku bukan guru.”

Peduli kepada Sesama
Kisah-kisah dalam buku ini juga menekankan pentingnya kepedulian terhadap sesama, terlepas dari perbedaan sosial maupun ekonomi. Dalam cerita tentang Sarkum yang yatim piatu, Cak Dlahom mengajak pembaca untuk melihat semua orang sebagai saudara, membangun solidaritas yang melampaui sekadar hubungan darah.

Puasa Mulut: Refleksi Diri
Dalam cerita “Puasa Mulut, Puasa Bicara,” Cak Dlahom menyampaikan pesan mendalam tentang bagaimana ucapan sering bertentangan dengan tindakan. Ia memilih diam sebagai bentuk puasa, sekaligus introspeksi atas kegagalan manusia dalam mengharmoniskan kata dan perbuatan.

Relevansi untuk Kehidupan Kontemporer

Buku ini relevan bagi pembaca kontemporer yang sering kali terjebak dalam formalitas agama. Di tengah masyarakat yang semakin mengutamakan penampilan dan simbol-simbol keagamaan, ajaran Cak Dlahom menjadi penyeimbang yang mengingatkan kita untuk kembali kepada inti: mempraktikkan agama dengan cinta, rendah hati, dan kepedulian.

Dalam dunia yang sering terjadi konflik dan perpecahan atas nama agama, buku ini menyuarakan pentingnya persaudaraan, saling memaafkan, dan berbuat baik tanpa pamrih. Cak Dlahom mengajarkan bahwa kebijaksanaan sejati tidak selalu berasal dari tempat yang tinggi, melainkan muncul dari kesederhanaan dan ketulusan.

***

Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya adalah refleksi mendalam tentang bagaimana kita seharusnya memahami dan mempraktikkan agama. Melalui kisah-kisah sederhana dan tokoh-tokoh yang membumi, Rusdi Mathari berhasil menyampaikan pesan-pesan spiritual yang menohok tanpa menggurui. Buku ini mengajarkan bahwa cinta, kerendahan hati, dan kepedulian kepada sesama adalah inti dari keberagamaan yang sejati.

Cak Dlahom mengingatkan kita bahwa hidup adalah perjalanan untuk menemukan makna, bukan sekadar menjalankan ritual. Sebagaimana ia berkata, kita hanyalah wayang, dan peran kita adalah untuk saling mencintai dan menguatkan, agar kelak kita kembali kepada Sang Dalang dengan membawa cinta yang sama.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.