Catatan Perang Korea karya Mochtar Lubis adalah sebuah buku dokumentasi jurnalistik tentang salah satu konflik paling berdarah di abad ke-20. Ditulis berdasarkan pengalaman langsung penulis sebagai wartawan perang yang diundang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada awal dekade 1950-an, buku ini tidak hanya memberikan pandangan objektif tentang perang tetapi juga refleksi mendalam mengenai kemanusiaan, penderitaan, dan dampak politik global.
Latar Belakang Perang Korea dan Kehadiran Mochtar Lubis
Perang Korea (1950–1953) merupakan konflik yang dipicu oleh perpecahan ideologi antara Korea Utara yang didukung Uni Soviet dan Korea Selatan yang didukung Amerika Serikat. Konflik ini bukan sekadar perang saudara, melainkan bagian dari Perang Dingin yang mempertemukan dua kekuatan besar dunia di satu medan tempur. Mochtar Lubis, sebagai salah satu dari sedikit wartawan Asia Tenggara yang meliput langsung peristiwa ini, memberikan perspektif lain tentang perang tersebut.
Dalam buku ini, Mochtar Lubis mengisahkan perjalanan dan pengamatannya tentang kondisi masyarakat Korea yang menjadi korban dari ketegangan politik global. Ia pun berpendapat bahwa perang membawa kehancuran besar-besaran, bukan hanya bagi infrastruktur, tetapi juga bagi perikemanusiaan. Kehadirannya di garis depan—dengan izin dari Jenderal Douglas MacArthur, pemimpin pasukan Amerika Serikat—memberinya akses langsung untuk melihat dampak perang terhadap para prajurit, warga sipil, dan para wartawan yang meliputnya.
Potret Tragis Perang
Salah satu tema utama dalam buku ini adalah kecaman terhadap perang sebagai bentuk "keruntuhan perikemanusiaan". Mochtar mencatat bagaimana kehidupan masyarakat Korea saat itu sangat memprihatinkan. Banyak di antara mereka hidup dalam kemiskinan yang parah, bergantung pada pertanian, dan bahkan menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk untuk lahan pertanian mereka. Aroma tidak sedap yang menyelimuti ladang-ladang tersebut menjadi simbol konkret dari degradasi kondisi hidup akibat perang.
Mochtar juga menggambarkan betapa perang mencabik-cabik kehidupan sehari-hari masyarakat Korea. Rumah-rumah hancur, keluarga-keluarga terpisah, dan para pengungsi hidup dalam ketidakpastian. Konflik ini tidak hanya memakan korban jiwa tetapi juga menghancurkan rasa kemanusiaan. Pada setiap langkahnya di Korea, ia menyaksikan drama memilukan yang menjadi rutinitas dalam kehidupan di tengah perang.
Perang dan Kepentingan Global
Mochtar Lubis tidak segan mengecam Amerika Serikat yang memainkan peran besar dalam memicu konflik ini. Ia membandingkan aksi militer Amerika di Korea dengan aksi yang dilakukan Belanda dan Sekutu untuk merebut kembali wilayah Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945. Mochtar melihat perang ini bukan sekadar pertempuran ideologi antara kapitalisme dan komunisme, melainkan juga cerminan ambisi imperialisme modern.
Amerika, menurut Mochtar, memanfaatkan perang ini untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan Asia Timur. Sementara itu, Uni Soviet mendukung Korea Utara sebagai upaya melawan hegemoni Amerika. Di antara dua kekuatan besar ini, rakyat Korea yang paling menderita. Negeri mereka terbelah menjadi dua, sampai saat ini masih menyisakan ketegangan yang belum terselesaikan.
Kisah Para Wartawan di Medan Perang
Selain menggambarkan penderitaan rakyat Korea, Mochtar juga memberikan gambaran tentang kehidupan para wartawan yang meliput konflik ini. Ia mencatat bahwa hanya ada dua wartawan dari Asia Tenggara yang hadir di medan perang, yaitu dirinya dari Indonesia dan seorang wartawan dari Filipina. Wartawan perang menghadapi tantangan besar, termasuk risiko terkena serangan mendadak dari gerilyawan Korea Utara dan tekanan psikologis akibat menyaksikan kehancuran di depan mata.
Mochtar menelusuri daerah konflik dengan kendaraan militer, mengarungi jalan-jalan yang penuh bahaya. Meskipun begitu, ia tetap menjalankan tugasnya untuk melaporkan kebenaran kepada dunia. Kisah ini menunjukkan dedikasinya sebagai wartawan sekaligus kepeduliannya terhadap nasib kemanusiaan di tengah gejolak politik global.
Refleksi dari Perang Korea
Membaca Catatan Perang Korea merupakan pengalaman yang memantik kesadaran. Mochtar Lubis tidak hanya memberikan laporan faktual tentang perang, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan makna kemanusiaan di tengah kekacauan dunia. Buku ini mengingatkan kita bahwa perang, apa pun alasan ideologinya, selalu membawa penderitaan bagi rakyat biasa.
Kisah Mochtar juga relevan untuk memahami situasi Korea masa kini. Walaupun Korea Selatan telah menjadi negara maju, konflik dengan Korea Utara tetap menjadi ancaman nyata. Ketegangan politik global yang melibatkan kekuatan besar dunia masih terus memengaruhi kehidupan di Semenanjung Korea.
***
Catatan Perang Korea adalah sebuah karya yang menggugah hati dan pikiran. Mochtar Lubis, melalui tulisannya, tidak hanya mendokumentasikan tragedi perang tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga kemanusiaan. Buku ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap konflik, ada penderitaan manusia yang tak terhitung jumlahnya. Seperti yang disimpulkan Mochtar, perang adalah bentuk paling nyata dari "keruntuhan perikemanusiaan". Bagi pembaca Indonesia, buku ini juga menjadi pengingat tentang pentingnya menghargai perdamaian dan keadilan, baik di dalam negeri maupun di kancah global.