Poster film Inside Out.
(Sumber: en.wikipedia.org)
Dalam Inside Out (2015) yang disutradarai Pete Docter, penonton diajak untuk menjelajahi perjalanan emosional di dalam pikiran seorang gadis berusia 11 tahun bernama Riley. Film ini dengan apik mempersonifikasikan emosinya—Joy (kebahagiaan), Sadness (kesedihan), Anger (kemarahan), Fear (ketakutan), dan Disgust (kejijikan)—dan menyoroti kompleksitas serta keseimbangan emosi manusia. Di antara emosi-emosi tersebut, Joy dan Sadness muncul sebagai dua sosok terpenting, mengajarkan bahwa kehidupan yang harmonis membutuhkan keseimbangan antara kebahagiaan dan kesedihan.
Joy melihat Sadness sebagai sosok yang dianggap kurang penting pada emosional Riley, sehingga ia sering menjauhkan Sadness untuk berperan dalam pikiran Riley.
(Sumber: imdb.com)
Di awal cerita, Joy mendominasi lanskap emosional Riley, menunjukkan pemikiran ideal masyarakat bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama. Joy bekerja tanpa lelah untuk memastikan Riley tetap ceria dan bersemangat, seringkali mengesampingkan Sadness yang dianggap mengancam ketenangan Riley. Dinamika ini mencerminkan kecenderungan umum di dunia nyata untuk memprioritaskan emosi positif sambil menekan emosi negatif. Banyak orang percaya bahwa kebahagiaan yang muncul terus-menerus adalah tanda keberhasilan hidup, tetapi sering mengabaikan peran penting yang dimainkan kesedihan dalam kesehatan emosional.
Riley berada di suasana kelas yang baru ia datangi setelah ia dan keluarganya pindah rumah.
(Sumber: imdb.com)
Seiring berjalannya cerita, kehidupan Riley mengalami perubahan besar ketika keluarganya pindah ke kota baru. Perubahan ini memicu serangkaian gejolak emosional, menyebabkan Joy dan Sadness secara tidak sengaja terlempar dari pusat kendali pikiran Riley. Emosi-emosi yang tersisa pun berjuang untuk menjaga stabilitas. Momen-momen kacau ini menggambarkan tentang efek ketika manusia menekan atau mengabaikan emosi tertentu, dapat menyebabkan kekacauan dan ketidakseimbangan emosional.
Sepanjang perjalanan mereka kembali ke pusat kendali, Joy mulai menghargai peran Sadness. Pada awalnya, Joy melihat Sadness sebagai perusak suasana, tetapi lambat laun menyadari bahwa Sadness merupakan sosok yang penting agar Riley bisa berempati, berkoneksi, dan sebagai proses penyembuhan. Momen yang mengharukan terjadi ketika Joy menyaksikan sebuah ingatan yang dimulai dengan bahagia tetapi berubah menjadi sedih. Ingatan ini menunjukkan bahwa kesedihan Riley memicu orang tuanya dan teman-temannya untuk memberikan dukungan dan kenyamanan, sehingga mempererat hubungan mereka. Adegan ini menegaskan bahwa kesedihan bukanlah sekadar emosi negatif, melainkan komponen penting dari pengalaman manusia yang mendorong koneksi dan pertumbuhan.
Puncak film ini terjadi ketika Joy dan Sadness bekerja sama untuk membantu Riley mengungkapkan perasaannya tentang kepindahan tersebut. Akhirnya, Riley pun menangis di hadapan orang tuanya setelah ia membatalkan niatnya untuk kabur dari rumah dan memutuskan untuk berbicara sepenuh hati kepada mereka. Momen ini menjadi titik balik, yang memungkinkan Riley memproses kesedihannya sehingga ia mulai bisa menerima lingkungannya yang baru. Selain itu, adegan tersebut merangkum pesan film:
Kesejahteraan emosional muncul ketika kita bisa mengakui dan memahami semua peran emosi yang ada di dalam pikiran, bukan hanya berfokus untuk selalu mengejar kebahagiaan secara terus-menerus.
***
Inside Out menampilkan kritik mendalam tentang pentingnya keseimbangan emosi. Film ini menantang gagasan bahwa kebahagiaan selalu diutamakan, sedangkan kesedihan harus dihindari. Sebaliknya, film ini menganjurkan pendekatan yang lebih menyeluruh terhadap emosi, di mana kebahagiaan dan kesedihan dapat hidup berdampingan dan saling melengkapi. Dengan cara ini, seseorang mampu menghadapi tantangan hidup dengan lebih efektif dan membangun hubungan yang lebih bermakna dengan orang-orang di sekitarnya.