Sampul buku Memaksa Ibu Jadi Hantu karya Annissa Winda Larasati dan Justito Adiprasetio.
Film horor Indonesia mengalami transformasi signifikan selama lima dekade terakhir, dari sekadar hiburan bernuansa lokal sampai menjadi medium kompleks yang mencerminkan berbagai dinamika sosial dan kultural. Salah satu aspek menarik dalam genre ini adalah dominasi representasi perempuan, khususnya dalam subgenre maternal horor. Buku Memaksa Ibu Jadi Hantu: Wacana Maternal Horror dalam Film Indonesia Kontemporer karya Annissa Winda Larasati dan Justito Adiprasetio mengupas fenomena ini dengan pendekatan akademis dan kritis, menggali bagaimana film-film seperti Pengabdi Setan (2017) dan Perempuan Tanah Jahanam (2019) tidak hanya memanfaatkan sosok ibu sebagai pusat narasi tetapi juga menggugat idealisasi ibu dalam budaya patriarki.
Perempuan sebagai Tokoh Sentral
Dalam sejarah film horor Indonesia, keberadaan perempuan sebagai sosok hantu telah menjadi ikonografi yang menonjol. Data menunjukkan bahwa dari 1970 sampai 2020, 60,52% film horor Indonesia menampilkan hantu perempuan, termasuk kuntilanak, sundel bolong, dan nenek lampir. Dominasi ini tidak terlepas dari konstruksi sosial yang memandang perempuan, terutama ibu, sebagai figur yang ideal dan domestik. Namun, saat sosok ini menyimpang dari ekspektasi tersebut, ia sering digambarkan sebagai ancaman, baik dalam wujud monster maupun hantu.
Film seperti Beranak dalam Kubur (1971) dan Suster Ngesot (2007) menghadirkan narasi tentang perempuan yang menjadi korban ketidakadilan, sementara film di dekade 2010-an seperti Pengabdi Setan memanfaatkan horor untuk merefleksikan konflik domestik dan beban emosional yang diemban oleh perempuan.
Wacana Sosial dan Patriarki
Konsep maternal horor yang dibahas dalam buku ini menyoroti bagaimana sosok ibu digambarkan sebagai figur yang mengalami tekanan sosial dan sering di bawah kendali patriarki. Dalam narasi ini, ibu yang tidak memenuhi kriteria "ibu ideal" digambarkan sebagai ancaman bagi keluarganya. Pola ini terlihat jelas dalam Pengabdi Setan, di mana sang ibu, yang awalnya berperan sebagai penyatu keluarga, berubah menjadi hantu akibat tekanan yang menghancurkan dirinya.
Menurut buku ini, wacana maternal horor muncul dari konstruksi budaya yang membagi peran ibu menjadi dua: "good mother" dan "bad mother", sebagaimana dijelaskan oleh Arnold. Sementara "good mother" digambarkan sebagai pengasuh penuh kasih, "bad mother" merupakan simbol kegagalan ibu yang menantang norma-norma masyarakat. Dalam film horor, ibu yang gagal ini sering menjadi penyebab kehancuran keluarga, sehingga menghasilkan kecemasan kolektif tentang ibu yang tidak ideal.
Representasi Ibu dalam Film Horor Kontemporer
Dalam analisis terhadap Pengabdi Setan dan Perempuan Tanah Jahanam, Annissa Winda dan Justito menunjukkan bagaimana film-film ini merefleksikan kompleksitas pengalaman perempuan sebagai ibu. Pengabdi Setan menggambarkan ibu yang menjadi hantu setelah mengalami tekanan ekonomi dan emosional, menunjukkan bagaimana peran domestik dapat menghancurkan seseorang ketika ekspektasi terus meningkat tanpa dukungan yang memadai.
Sementara itu, Perempuan Tanah Jahanam menyajikan konflik yang lebih dalam dengan menghadirkan isu kekerasan struktural terhadap perempuan. Film ini tidak hanya memperlihatkan ibu sebagai korban tetapi juga sebagai simbol pembalasan dendam terhadap sistem yang menindas.
Kritik dan Relevansi
Wacana maternal horor membawa dampak signifikan dalam memahami dinamika gender di masyarakat Indonesia. Walaupun genre ini dapat mereduksi peran ibu menjadi sosok yang stereotipikal, ia juga membuka ruang diskusi tentang beban psikologis dan sosial yang dihadapi perempuan. Narasi tentang ibu yang menjadi monster, seperti dalam Pengabdi Setan, mengungkap bagaimana idealisasi ibu yang tidak realistis dapat berujung pada kehancuran emosional.
Di sisi lain, buku ini juga menyoroti potensi bahaya dari representasi tersebut. Jika tidak diimbangi dengan narasi yang lebih beragam, film horor dapat memperkuat stigma terhadap ibu yang tidak memenuhi standar tradisional, sehingga menciptakan gambaran yang simplistik tentang apa artinya menjadi seorang ibu.
***
Memaksa Ibu Jadi Hantu memberikan perspektif kritis yang memperkaya pemahaman kita tentang genre horor Indonesia, khususnya wacana maternal horor. Dengan menganalisis film-film seperti Pengabdi Setan dan Perempuan Tanah Jahanam, buku ini mengungkap bagaimana horor tidak hanya menjadi medium hiburan tetapi juga refleksi sosial. Wacana tentang ibu sebagai figur sentral dalam film horor membuat kita memahami bahwa peran ibu lebih kompleks daripada sekadar idealisasi tradisional, sekaligus mendorong kita untuk memahami dampak patriarki dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pendekatan ini, buku tersebut tidak hanya mengapresiasi kebangkitan film horor Indonesia tetapi juga membuka diskusi tentang makna keibuan di tengah tekanan budaya dan sosial yang terus berkembang.