Sampul dari manga Monster karya Naoki Urasawa.
(Sumber: pinterest.co.uk)
Seorang dokter menolong anak kecil yang sedang sekarat, tapi keputusan itu ternyata menjadi penyesalan terbesar bagi si dokter.
Itu adalah hal pertama yang saya pikirkan ketika membaca manga Monster karya Naoki Urasawa. Ia dengan pintar mengggambar dan membuat cerita dengan menggali jauh ke dalam jiwa manusia, mengeksplorasi pertimbangan moral yang seringkali kompleks dan ambigu. Melalui jalan cerita yang rumit serta karakter yang beragam, Monster menantang pembacanya untuk merenungkan esensi tentang kebaikan dan kejahatan, konsekuensi dari pilihan yang kita buat, dan sisi tergelap yang melekat pada diri manusia.
Sosok Dr. Kenzo Tenma.
(Sumber: pinterest.co.uk)
Tokoh utama dalam Monster adalah Dr. Kenzo Tenma, seorang ahli bedah saraf yang selalu berhasil menangani pasiennya, yang ternyata membuat keputusan moral yang sangat berpengaruh di sepanjang jalan cerita. Saat itu, ia dihadapkan pada pilihan antara menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki, Johan Liebert, atau menyelamatkan walikota yang dianggap sebagai orang penting. Tenma pun memilih menyelamatkan Johan karena ia melihat wajahnya yang polos dan berhak mendapatkan masa depan untuk melanjutkan hidupnya. Namun, keputusannya itu malah berujung menjadi serangkaian peristiwa tragis ketika Johan tumbuh dewasa dan menjadi seorang pembunuh berantai. Melalui dilema moral ini, Urasawa membuat kita menanyakan sifat altruisme dan konsekuensi tak terduga dari pilihan kita. Sebab, pilihan Tenma yang dianggap sebagai tindakan mulia, pada akhirnya menimbulkan kejahatan besar di Jerman, sehingga anggapan "niat baik selalu mendatangkan hasil positif" tidak selamanya tepat.
Sosok Johan Liebert yang memiliki wajah lugu tetapi memiliki sifat jahat tersembunyi.
(Sumber: pinterest.co.uk)
Johan Liebert, yang berperan sebagai "monster", menampilkan sisi jahat yang sangat kuat. Di sepanjang cerita, tindakannya digambarkan sebagai lambang kebusukan hati, meskipun karakternya diselimuti misteri, kompleksitas psikologis, dan wajah yang lugu. Urasawa, saya rasa, menghadirkan Johan bukan sekadar sebagai tokoh jahat, melainkan sebagai produk dari lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, terutama trauma yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak. Eksplorasi ini memunculkan pertanyaan apakah kejahatan merupakan sifat yang melekat pada diri manusia atau merupakan akibat dari pengaruh eksternal. Karakter Johan mengaburkan batas antara korban dan pelaku, memaksa pembaca untuk menghadapi kenyataan yang tidak menyenangkan bahwa kemampuan untuk melakukan kejahatan berasal dari dalam diri setiap orang dan dipengaruhi oleh keadaan serta pilihan.
Berbeda dengan sisi gelap Johan, Dr. Tenma terus berusaha mencari keadilan dan menyelamatkan korban-korban yang akan dibunuh Johan. Sebab, ia didorong rasa bersalah dan tanggung jawab atas kekacauan yang disebabkan Johan. Perkembangan karakternya merupakan salah satu perenungan moral dan etika saat ia bergulat dengan konsekuensi dari pilihannya, sehingga ia berupaya memperbaiki kesalahannya. Melalui karakter Tenma, Urasawa mengeksplorasi tema tentang penyelamatan dan penebusan dosa. Komitmen Tenma yang kuat untuk menghentikan Johan, bahkan dengan mengorbankan nyawanya sendiri, menegaskan perjuangan abadi antara kebaikan dan kejahatan dalam jiwa manusia.
Sosok Inspektur Lunge yang sangat terobsesi dengan kasus yang dialami Dr. Tenma. Bahkan, ia sangat yakin bahwa Dr. Tenma adalah tersangka kasus pembunuhan berantai.
(Sumber: pinterest.co.uk)
Selain itu, Monster juga menggali kompleksitas moral dari keadilan dan penebusan dosa. Ada tokoh lain bernama Inspektur Heinrich Lunge, seorang detektif polisi yang berdedikasi dan obsesif, menggambarkan upaya hukum untuk menegakkan keadilan semaksimal mungkin. Meskipun begitu, tekadnya yang bulat untuk menangkap Tenma—yang secara keliru ia yakini sebagai penjahat sesungguhnya—, membutakannya terhadap konteks kasus yang lebih luas. Karakter Lunge menggarisbawahi keterbatasan dan kelemahan dalam sistem peradilan, menunjukkan bahwa keadilan sejati tidak selalu hitam-putih, melainkan ada banyak faktor yang berperan di dalamnya.
Lebih lanjut, manga ini mengesksplorasi lebih jauh dampak pengaruh sosial dan sejarah terhadap moralitas. Berlatar belakang Eropa pasca-Perang Dingin, terutama Jerman dan Republik Ceko, Monster mencerminkan akibat dari ideologi politik, seperti komunisme dan fasisme, terhadap moralitas individu dan kolektif. Eksperimen rahasia dan manipulasi psikologis yang membentuk pola asuh Johan adalah sisa-sisa masa kelam dan sejarah, menggambarkan bagaimana kekejaman di masa lalu akan terus berpengaruh ke generasi selanjutnya.
***
Dapat disimpulkan bahwa Monster karya Naoki Urasawa adalah manga yang menggali isu tentang moralitas secara mendalam, sehingga menantang para pembaca untuk mengkritisi tentang sifat baik dan jahat, konsekuensi dari pilihan yang kita buat, serta kompleksitas tentang keadilan dan penebusan dosa. Melalui jalan cerita dan karakternya yang rumit serta dikembangkan secara mendalam, Monster mengungkap sifat moralitas manusia yang beragam dan seringkali ambigu. Hal ini mendorong kita untuk merenungkan pedoman moral kita sendiri, dampak tindakan kita, dan adanya potensi yang muncul dari sisi gelap dan sisi baik di dalam diri. Di dunia di mana garis antara benar dan salah seringkali tidak jelas, manga ini bisa berfungsi sebagai pengingat tentang usaha-usaha kita dalam merenungi moral yang selama ini telah kita pegang.