Poster Jatuh Cinta Seperti di Film-Film.
(Sumber: imdb.com)
Cinta seringkali muncul dengan cara yang tidak terduga, tanpa mengenal situasi dan waktu. Lantas, Jatuh Cinta Seperti di Film-Film karya Yandy Laurens bisa saya katakan merangkum esensi tersebut; merajut kisah romantis, persahabatan, dan kompleksitas dalam menjalani hubungan di tengah latar belakang pertumbuhan pribadi dan penyembuhan psikologis.
Bagus dan Hana sedang berada di toko bunga.
(Sumber: imdb.com)
Ceritanya berpusat pada Bagus sebagai pemeran utama, ia bekerja sebagai penulis skenario film dan tiba-tiba saja bertemu teman SMA-nya, Hana, di sebuah supermarket. Dari pertemuan tersebut, rasa sayang yang dipendam oleh Bagus di masa lalu, muncul kembali. Selain itu, hubungan mereka yang semakin hari semakin akrab, memantik ide Bagus untuk menulis kisah romantis yang sedang ia jalani bersama Hana. Meskipun begitu, Bagus seperti terjebak ke dalam friendzone ketika ia mengetahui bahwa Hana masih berada di masa berduka karena suaminya belum lama meninggal, sehingga Hana belum siap untuk membuka hati pada hubungan yang baru; ditambah Hana merasa umurnya sudah cukup tua (hampir memasuki 40 tahun) untuk menjalani hal-hal romantis seperti anak remaja.
Cuplikan yang menunjukkan bahwa Hana masih sering memikirkan suaminya yang sudah meninggal; dan belum bisa membuka hati untuk lelaki lain.
(Sumber: imdb.com)
Pengalaman Bagus dalam mendekati Hana mencerminkan kebenaran universal tentang cinta. Seringkali usaha mendapatkan cinta penuh dengan tantangan dan ketidakpastian, membutuhkan kesabaran, serta kedewasaan dalam menghadapi kompleksitas seseorang. Usahanya untuk menghubungkan sisi emosional yang memisahkan dirinya dengan Hana, sepadan dengan kerumitan yang dialami orang dewasa seusianya.
Di sisi lain, perjalanan Bagus dalam mendapatkan cintanya, melampaui batas-batas fantasi ideal yang sering digambarkan di film-film. Walaupun ketertarikannya kepada Hana mungkin dipicu oleh ide tentang cinta yang ditulis ke dalam skenarionya, melalui hubungan yang tulus, ia mulai memahami makna cinta yang sebenarnya. Ketika ia bisa mengubah kompleksitas dari kesedihan Hana dan belajar berempati dengan kondisi psikologis Hana yang belum bisa move on, Bagus jadi sadar dan membuang ilusi romansa dangkal demi menjalin hubungan yang lebih serius dan mendalam.
Sementara itu, sosok Hana berfungsi sebagai eksplorasi tentang kekuatan dan proses penyembuhan dalam menghadapi kehilangan yang sangat besar. Keengganannya untuk menerima Bagus sebagai kekasih pada awalnya, bukan karena Bagus sosok yang menyebalkan, melainkan karena ia masih butuh waktu untuk menghormati kenangan-kenangan dari mendiang suaminya. Namun, dari interaksinya dengan Bagus, Hana secara perlahan bisa bangkit dari keterpurukan emosionalnya; dan belajar untuk berdamai dengan masa lalu sehingga bisa memulai hubungan yang baru.
Hubungan antara Bagus dan Hana menggambarkan interaksi rumit antara cinta dan pertumbuhan pribadi, menyoroti bahwa hubungan manusia itu dinamis. Kisah mereka pun melampaui kisah-kisah percintaan pada umumnya, berkembang menjadi perjalanan hidup dalam menemukan jati diri dan saling memahami. Dalam kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki, Bagus dan Hana jadi menemukan sosok pelipur lara dan penyemangat.
Dengan demikian, Jatuh Cinta Seperti di Film-Film lebih dari sekadar kisah romansa, melainkan film yang membuat kita merenungi tentang kompleksitas hubungan manusia dan pembuktian cinta yang dewasa. Melalui sudut pandang Bagus dan Hana, kita diingatkan bahwa cinta bukan sekadar tujuan, tetapi sebuah perjalanan untuk tumbuh bersama, saling melengkapi, dan mengevaluasi diri supaya menjadi lebih baik. Dari film ini pun seharusnya kita jadi memahami bahwa cinta sejati tidak ditemukan dalam aksi-aksi berlebihan seperti pada romansa Hollywood, melainkan ketika kita bisa berkomunikasi dengan baik dan memahami kekurangan serta kelebihan pasangan kita.