Novel ini adalah buku karya Intan Paramaditha yang pertama saya baca. Berjudul Malam Seribu Jahanam, merangkai tema tentang dinamika keluarga, terorisme, dan identitas dari latar belakang masyarakat Indonesia kontemporer. Melalui penceritaan dengan sudut pandang beragam, Intan menggali efek dari aksi teroris dan menyoroti dampak menyakitkan yang ditimbulkannya, bukan hanya dari pihak korban tetapi juga terhadap keluarga pelaku. Ditambah kisah gotik yang menampilkan hantu khas Indonesia, seperti Kuntilanak, novel ini menantang narasi tradisional dengan mengeksplorasi kompleksitas hubungan keluarga, pencarian identitas diri, dan mengartikan makna "rumah".
Ilustrasi tiga perempuan bersaudara.
(Sumber: freepik.com)
Kisah utama di novel ini adalah tentang tiga saudara perempuan bernama Mutiara, Maya, dan Annisa. Kehidupan mereka jadi saling berhubungan setelah Annisa terlibat dalam aksi terorisme yang menggemparkan berita nasional dan internasional. Mutiara, si kakak pertama sekaligus dijuluki Sang Penjaga, jadi bergulat dengan kewajiban untuk mengidentifikasi jenazah adik kandungnya dan mengatur pemakaman di tengah sorotan media dan kemarahan masyarakat. Maya, si kakak kedua dan dijuluki Sang Pengelana, kembali dari New York untuk mengungkap pesan tersembunyi di balik tindakan Annisa, memulai perjalanannya sebagai pencarian jati diri dan berdamai dengan anggota keluarganya. Annisa, si bungsu dan dijuluki Sang Pengantin, merupakan sosok tragis yang membuat keluarga dan orang-orang yang mengenalnya jadi malu akibat pilihan hidup Annisa yang salah, serta meninggalkan pertanyaan yang belum terjawab.
Intan dengan pandai menggunakan sudut pandang yang beragam, memungkinkan pembaca untuk memahami pikiran dari setiap karakter dan berempati dengan usaha yang mereka lakukan dalam proses menyelesaikan masalah. Penggunaan sudut pandang orang pertama, menambah kedalaman cerita dan membuat pembaca mengikuti gejolak batin dan emosi dari para tokohnya. Melalui sudut pandang Mutiara dan Maya, novel ini memberikan gambaran yang berbeda tentang efek psikologis yang dialami oleh keluarga teroris, menyoroti dampak destruktif yang mendalam bagi keluarga korban dan pelaku.
Lebih lanjut, eksplorasi tentang konsep keluarga yang tidak harmonis di masyarakat kontemporer, menggambarkan kompleksitas hubungan antara saudara kandung dan efek dari sosok matriarkal (yang ditampilkan oleh Hajjah Victoria binti Haji Tjek Sun—nenek dari Mutiara, Maya, dan Annisa). Dari interaksi ketiga dara tersebut, mengungkapkan sisi kebencian, kecemburuan, dan kasih sayang yang menjadi konflik keluarga. Selain itu, adanya sosok Rohadi (yang kemudian berganti nama menjadi Rosalinda) sebagai tokoh transpuan, semakin memperkaya jalan cerita dengan menampilkan isu tentang gender dan identitas dalam sebuah hubungan keluarga.
Di samping itu, makna tentang "rumah" menjadi salah satu isu utama di sepanjang cerita, melambangkan rasa memiliki, kehilangan, dan kekuatan. Digusurnya rumah Victoria di Tanjung Karang dan digantikan dengan bangunan baru bisa diartikan sebagai simbol perpindahan dan nostalgia yang menyedihkan, mendorong para tokohnya untuk mendefinisikan kembali tentang konsep "rumah" dan kepemilikan. Begitu juga keputusan Maya yang kembali ke Jakarta, dari tempat tinggalnya di New York, menandakan bahwa sejauh apa pun perjalanan yang dilakukannya, akhirnya ia kembali ke tempat di mana pertama kali ia menjalani hidup. Bisa dikatakan, setiap tokohnya memutuskan untuk melakukan perjalanan pribadi, baik melalui perjalanan fisik atau introspeksi diri, sebagai usaha agar menemukan kenyamanan dan makna hidup serta mencari jalan keluar dalam menghadapi berbagai masalah.
***
Dalam novel Malam Seribu Jahanam, Intan Paramaditha memberikan eksplorasi masalah kontemporer yang membuat kita berpikir dalam jalan cerita yang begitu kompleks. Dengan mengedepankan perspektif individu yang terkena dampak terorisme, ia menantang para pembaca untuk mengikuti pergulatan batin manusia dan ambiguitas moral yang melekat dalam tindakan kekerasan. Melalui tokoh-tokoh yang memilik latar belakang yang beragam dan gaya penceritaan yang menarik, novel ini bisa menjadi perenungan untuk memahami isu-isu tentang keluarga, identitas diri, dan makna "rumah" di dunia yang begitu dinamis.