Pada 2016 silam, saya pernah melihat perbincangan tentang film The Lobster karya Yorgos Lanthimos di Twitter. Tetapi, karena waktu itu saya malas menonton film di bioskop dan sedang sibuk mengerjakan skripsi, maka perhatian saya tentang film tersebut perlahan menghilang. Baru Februari tahun ini saya bisa menyaksikannya karena penasaran dengan jalan ceritanya.
The Lobster berada di latar tempat di mana para masyarakatnya dipaksa untuk menemukan pasangan hidup dalam tenggat waktu yang ditentukan pihak berwenang. Sebab, jika tidak, sebagai konsekuensinya mereka akan berubah menjadi binatang sesuai pilihan mereka. Dari premis unik ini, film ini menampilkan eksplorasi mendalam tentang hubungan manusia, baik dalam konteks menjadi jomlo atau sebagai manusia yang berpasangan. Dengan membandingkan dua status tersebut, The Lobster menyajikan isu tentang kompleksitas manusia dalam memaknai hubungan romantis, tekanan norma-norma sosial, dan upaya mencapai kepuasan pribadi.
Konsekuensi menjadi jomlo
Salah satu tema di The Lobster adalah tentang bagaimana masyarakat memandang dan memperlakukan individu yang jomlo dengan yang berpasangan. Menjadi jomlo di dunia distopia ini, berarti status tersebut bukan hanya pilihan pribadi, melainkan keadaan yang akan mendapatkan konsekuensi berat. Para jomlo akan diasingkan di kamp konsentrasi yang disebut The Hotel di mana mereka akan diberi waktu selama 45 hari untuk mendapatkan pasangan hidup atau berisiko diubah menjadi binatang. Isu ini menyoroti tentang pandangan masyarakat dan stigma terhadap orang yang memilih untuk hidup sendirian. Selain itu, para jomlo mengalami bentuk tekanan, baik fisik maupun batin, untuk bisa beradaptasi dengan norma-norma masyarakat yang memandang bahwa menjadi jomlo itu hina dan harus dibasmi, sehingga seringkali mereka mencari pasangan karena terpaksa, bukan karena kococokan.
David bersama dua temannya yang sesama jomlo ketika ia masih berada di The Hotel.
(Sumber: imdb.com)
Tokoh utama di film ini bernama David. Setelah ia ditinggalkan istrinya, ia harus pindah ke The Hotel untuk mendapatkan pasangan lagi sesuai batas waktu yang sudah ditentukan; dan ia memilih menjadi lobster jika ia gagal. Ia pun jadi bergulat dengan kekhawatiran dan kerentanannya sendiri. Perjalanan David mengungkap absurditas tentang konstruksi masyarakat yang menghargai hubungan romantis dan upaya yang dilakukannya untuk menghindari kesepian dan pengucilan masyarakat. Selain itu, film ini membuat penonton berpikir tentang tekanan dan ekspektasi sosial yang melekat pada seorang jomlo dalam masyarakat kontemporer yang masih berpikir bahwa memiliki pasangan dan menikah adalah sebuah keharusan.
Di sisi lain, The Lobster juga mengeksplorasi dinamika hubungan romantis dalam pasangan. Ketika seseorang telah menemukan pasangan dan membuktikan bahwa mereka cocok, mereka akan dibebaskan dari peraturan dan kungkungan The Hotel sehingga mereka diizinkan tinggal sebagai sepasang kekasih di kota. Meskipun begitu, penggambaran pasangan di film ini jauh dari kata menerima perbedaan dan saling memahami. Sebab, hubungan romantis di sini diwajibkan memiliki ciri-ciri, hobi, dan karakter fisik yang sama, sehingga semakin menekankan absurditas ekspektasi masyarakat.
Hubungan antara David dengan perempuan yang akhirnya ia anggap cocok di The Hotel, merupakan contoh kompleksitas dan tantangan dalam hubungan romantis. Hubungan mereka ditandai dengan kurangnya ketulusan dan memahami satu sama lain karena didorong rasa takutnya akan kesepian dan kekhawatiran kehabisan waktu dalam mencari jodoh. Padahal David tahu bahwa perempuan tersebut memiliki sikap sadis, tetapi ia memaksakan diri supaya terlihat cocok dengannya. Tak disangka, kesadisan perempuan tersebut malah terus berlanjut dan membuat David marah karena ia dengan sengaja membunuh anjing kesayangan David (yang diketahui adalah kakaknya yang sudah berubah) sebagai bukti apakah David benar-benar mencintainya. Dari kejadian itu, ia balas dendam kepada si perempuan dan akhirnya kabur dari The Hotel.
Bergabung dengan The Loners
Seseorang yang kabur dari The Hotel dianggap melanggar peraturan dan akan diburu oleh para jomlo yang tinggal di The Hotel sebagai salah satu kegiatan yang wajib dilakukan. David pun kabur ke hutan dan bertemu dengan perkumpulan jomlo bernama The Loners. Mereka adalah grup yang menolak dipaksa berpasangan sehingga berprinsip untuk bebas menikmati kesendirian. Namun, dari grup ini, setelah David dianggap sebagai anggota The Loners, ia malah menyukai salah satu perempuan di sana.
Kedekatan David dengan perempuan The Loners yang dilakukan secara diam-diam.
(Sumber: pinterest.co.uk)
Ketertarikan David pada perempuan The Loners (yang tidak disebutkan namanya sampai akhir film) adalah bentuk penentangan struktur kaku yang berlaku di masyarakat. Di dunia di mana individu dipisahkan ke dalam kategori berdasarkan status hubungan mereka, sikap David telah dianggap sebagai pemberontak yang harus dimusnahkan. The Loners merepresentasikan budaya tandingan terhadap masyarakat arus utama, yang menolak hubungan romantis sama sekali dan membela kebebasan dan otonomi individu. Di sisi lain, sikap David yang menyukai perempuan The Loners, juga bisa diartikan sebagai bentuk penolakannya terhadap norma-norma menindas yang mengatur hubungan romantis yang ada di dalam grup.
Hubungan David dengan perempuan The Loners ditandai dengan kerahasiaan dan keterasingan yang sama. Terlepas dari konsekuensi yang akan diterima, David tertarik pada perempuan tersebut karena berasal dari hati, bukan perjodohan yang dipaksa seperti di The Hotel. Pertemuan rahasia mereka berfungsi sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan yang menindas, memberikan gambaran keintiman yang sesungguhnya di tengah masyarakat yang didorong oleh kepatuhan dan paksaan.
Rasa cinta David terhadap perempuan The Loners juga menggambarkan bentuk penyimpangan dari pengalaman sebelumnya untuk menjalin hubungan romantis. Berbeda dengan interaksinya terhadap perempuan yang ia temui di The Hotel, hubungannya dengan perempuan The Loners melampaui standar-standar dangkal yang ditetapkan masyarakat. Ikatan mereka berasal dari sikap saling memahami, nilai-nilai yang disepakati bersama, dan ketulusan untuk berkomitmen; bukan rasa takut akan kesepian atau tekanan dari masyarakat.
David dan perempuan The Loners melarikan diri dari hutan menuju kota supaya mereka bisa hidup bersama.
(Sumber: mubi.com)
Lebih lanjut, hubungan David dengan perempuan The Loners membuatnya jadi menemukan jati diri bagi perkembangan karakternya. Melalui interaksi yang mereka lakukan, ia mulai mempertanyakan validitas norma dan ekspektasi masyarakat yang selama ini mengatur kehidupan pribadinya. Rasa cintanya pada perempuan The Loners menantangnya untuk menghadapi keyakinan dan kebiasaannya sendiri, yang akhirnya mengarah pada perubahan besar untuk memandang dunia dari sisi yang berbeda. Pemberontakan David melawan tatanan yang sudah mapan tidak hanya digambarkan ketika ia memilih pasangan romantisnya sendiri, melainkan juga dalam pembangkangan terhadap regulasi menindas yang berlaku pada masyarakat, baik itu ketika ia masih berada di The Hotel atau sudah bergabung dengan The Loners.
***
The Lobster mengeksplorasi tentang konsekuensi dari memprioritaskan ekspektasi masyarakat dibandingkan pemenuhan individu, baik ketika menjadi jomlo atau berpasangan. Film ini memberikan gambaran suram tentang hubungan manusia ketika standar dan peraturan masyarakat masuk ke ranah pribadi, sehingga status hubungan individu diatur oleh pihak berwenang. Di sisi lain, hubungan David dan perempuan The Loners adalah gambaran tentang cinta, kebebasan, dan otonomi individu. Sebab, dalam menentang peraturan-peraturan masyarakat dan menerima cinta dalam bentuknya yang paling tulus, mereka mewujudkan kekuatan dari pemberontakan terhadap dunia yang terlalu sibuk mengurus kehidupan pribadi masyarakatnya.