'Kita Pergi Hari Ini' oleh Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie


Novel Kita Pergi Hari Ini karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie menghadirkan kisah yang absurd sekaligus mengerikan, mengemas kritik sosial dalam balutan fantasi yang menggugah. Dengan tokoh utama lima anak kecil—Mi, Ma, Mo, Fifi, dan Fufu—yang berpetualang ke Kota Terapung Kucing Luar Biasa, novel ini menyajikan realitas yang mengejutkan tentang peran anak-anak, hubungan manusia dengan hewan, serta kekejaman yang bersembunyi di balik kehidupan sehari-hari. Di dalamnya, Ziggy menyelipkan satir tajam tentang eksploitasi, pengabaian, dan kebencian yang berujung pada siklus kekerasan.

Eksploitasi Anak dan Ketidakpedulian Orang Dewasa

Salah satu tema utama dalam novel ini adalah eksploitasi anak dan bagaimana dunia orang dewasa menempatkan mereka dalam posisi yang rentan. Kota Suara, tempat di mana anak-anak lebih banyak daripada orang dewasa, menggambarkan kondisi di mana suara anak-anak yang seharusnya penuh keceriaan justru dianggap sebagai gangguan. Para orang tua, yang sibuk bekerja karena tuntutan ekonomi, memilih jalan pintas dengan menyerahkan pengasuhan kepada Nona Gigi, seekor Kucing Luar Biasa. Keputusan ini menandakan ketidakpedulian mereka terhadap keselamatan anak-anak, yang akhirnya membawa mereka ke dalam bahaya.

Puncak dari eksploitasi ini terlihat dalam pengungkapan bahwa para orang tua sendiri yang memanggil Nona Gigi agar anak-anak mereka ‘pergi’. Pernyataan mereka, "Sial, hanya berkurang satu," setelah Fufu dimangsa oleh para Kucing Luar Biasa, menunjukkan betapa anak-anak diperlakukan lebih sebagai beban daripada individu yang perlu dicintai dan dilindungi.

Pembalikan Eksploitasi: Manusia sebagai Korban

Jika dalam dunia nyata manusia sering mengeksploitasi hewan, Ziggy membalikkan narasi tersebut dengan menciptakan Kota Terapung Kucing Luar Biasa, tempat di mana manusia dijadikan bahan makanan, pakaian, dan pajangan. Para Kucing Luar Biasa tidak sekadar bertindak seperti manusia, tetapi juga mengadopsi sistem penindasan yang selama ini dilakukan manusia terhadap mereka. Kota ini menjadi alegori balas dendam yang menyoroti kekejaman manusia terhadap hewan, yang kemudian berbalik menghantui mereka sendiri.

Melalui narasi ini, Ziggy mengajak pembaca untuk mempertanyakan moralitas dalam hubungan manusia dan hewan. Apakah wajar jika spesies yang lebih kuat menindas yang lebih lemah? Ketika kekuatan berpindah tangan, apakah ketidakadilan harus terus berlanjut? Pertanyaan-pertanyaan ini menggema sepanjang perjalanan tokoh-tokoh anak dalam novel ini, menghadirkan refleksi yang mendalam tentang siklus kekerasan.

Dunia Anak yang Tidak Selalu Indah

Novel ini juga menunjukkan bahwa dunia anak-anak tidak selalu dipenuhi kepolosan dan kebahagiaan. Justru, dalam kisah ini, anak-anaklah yang menjadi korban utama. Mereka diajak berpetualang dengan janji keindahan, tetapi yang mereka temui adalah kengerian dan pengkhianatan. Bahkan di akhir cerita, mereka harus menerima kenyataan bahwa orang tua mereka sendirilah yang "menjual" mereka kepada bahaya.

Ziggy berhasil menggambarkan ketakutan yang sering dialami anak-anak, baik secara metaforis maupun harfiah. Ketika Fufu dimangsa dan yang lainnya kembali ke rumah, mereka menyadari bahwa mereka tidak pernah benar-benar aman, bahkan dari orang yang seharusnya melindungi mereka. Hal ini menjadi kritik tajam terhadap pola pikir orang dewasa yang sering abai terhadap perasaan dan kesejahteraan anak-anak.

Satir Kegelapan dalam Balutan Fantasi

Kita Pergi Hari Ini bukan sekadar novel fantasi biasa. Dengan gaya penulisan yang unik dan alur yang tidak terduga, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie menghadirkan kritik sosial yang menggugah mengenai eksploitasi, kekerasan, dan ketidakpedulian manusia, baik terhadap anak-anak maupun hewan. Novel ini memantik pembaca untuk mempertanyakan realitas di sekitar mereka: sejauh mana manusia bersikap adil terhadap sesama dan makhluk lain? Seberapa sering suara anak-anak diabaikan dalam hiruk-pikuk dunia orang dewasa? Dan yang paling penting, siapa sebenarnya yang lebih mengerikan—Kucing Luar Biasa atau manusia itu sendiri?

Melalui cerita ini, Ziggy mengingatkan bahwa terkadang, yang paling menyeramkan bukanlah monster dalam cerita fiksi, tetapi mereka yang hidup di sekitar kita—mereka yang memilih untuk tidak peduli.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.