Sebenarnya, rencana untuk membaca novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala sudah ada sejak 2020 lalu. Namun, karena daftar bacaan yang saat itu masih cukup banyak untuk dipenuhi, membuat saya menunda untuk membeli novel ini. Baru pada Maret 2023 ketika saya mengetahui bahwa Gadis Kretek akan diadaptasi menjadi serial Netflix, saya segera membelinya di toko daring.
***
Novel yang membuat saya penasaran tentang sosok Jeng Yah si Gadis Kretek yang namanya disebut oleh seorang lelaki tua yang sedang sekarat dan menunggu ajalnya. Si lelaki tua bernama Soeraja—dan dipanggil 'Romo' oleh ketiga anaknya—merupakan bos besar dari perusahaan kretek Djagad Raja. Karena ia sering mengigau dan memanggil nama "Jeng Yah" dalam kondisinya yang kritis, membuat ketiga anaknya itu memutuskan untuk mencari siapa sebenarnya sosok perempuan misterius itu. Ketiga anak tersebut bernama Tegar, Karim, dan Lebas; mereka tahu jika menanyakannya kepada ibu, ibu mereka akan cemburu dan marah.
Sebelum itu, diceritakan tentang latar belakang masing-masing si anak:
Tegar adalah anak pertama yang menjadi pemimpin perusahaan kretek Djagad Raja karena sejak kecil ia sudah diperkenalkan oleh romonya. Ketika remaja, ia diajak Romo untuk memilih tembakau mana yang kualitasnya bagus dan diajak berkeliling perusahaannya untuk memahami kondisi para buruh. Meskipun begitu, ia tidak akur dan sering cekcok dengan adik keduanya, Lebas.
Karim si anak kedua yang lebih dekat dengan sosok kakeknya sehingga ia mengerti tentang latar belakang keluarganya. Selain itu, ia adalah sosok penengah untuk mendamaikan Tegar dan Lebas yang sering ribut berargumen.
Lebas adalah anak terakhir yang tidak terlalu peduli dengan perusahaan kretek milik romonya. Ia berkuliah di Amerika Serikat dan sering berpindah-pindah jurusan. Karena sikapnya itu, membuat romonya marah sehingga ia pernah dicoret dari daftar penerima warisan. Seiring berjalannya waktu, akhirnya ia bisa berdamai dengan Romo dan memiliki pekerjaan sebagai sutradara film horor berkualitas rendah. Meskipun begitu, hubungannya dengan Tegar masih sering tidak akur.
Setelah kita mengetahui tentang latar belakang ketiga anak tersebut, kisahnya berganti alur ke masa lalu sebelum Indonesia merdeka. Singkatnya begini, Idroes Moeria berhasil menikahi Roemaisa setelah sebelumnya ia bersaing dengan sahabatnya, Soedjagad, yang juga suka kepada istrinya itu. Lantas, dengan hasil jerih payahnya, Idroes Moeria sukses membangun perusahaan kretek. Idroes Moeria dan Roemaisa pun memiliki dua anak yang cantik, Dasiyah dan Rukayah. Dasiyah si anak pertama memiliki kemampuan ajaib yang membuat lintingan kreteknya jadi terasa manis karena ditempel dengan ludahnya. Nah, ia adalah sosok "Jeng Yah" yang menjadi perhatian di novel ini.
Sedangkan Soeraja—yang di awal kisah sedang dalam kondisi kritis di masa tua—adalah pemuda yang awalnya bekerja serabutan. Namun, setelah ia bertemu Jeng Yah yang sedang berdagang kretek di pasar malam, akhirnya ia memiliki pekerjaan tetap setelah sering membantu Jeng Yah membongkar-pasang tempatnya berjualan. Selain itu, mereka pun saling jatuh cinta dan Soeraja diangkat menjadi mandor buruh di perusahaan kretek milik Jeng Yah.
Rasa malu menghampiri Soeraja karena ia merasa sebagai lelaki yang berpangku tangan dengan Jeng Yah dan Idroes Moeria. Ia ingin membangun perusahaan kreteknya sendiri sehingga ia bisa membuktikan ke Jeng Yah dan keluarganya bahwa ia adalah sosok calon suami yang bisa diandalkan. Ia mencari modal ke sana-kemari dan akhirnya menemukan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) setuju untuk memberikan modal tersebut. Secara tak langsung, itu juga dianggap sebagai kampanye bagi PKI, meskipun Soeraja tidak aktif menjadi anggota.
Soeraja dengan percaya diri akhirnya berani melamar Jeng Yah dan menentukan tanggal pernikahan pada Oktober 1965. Dan, kita tahu bahwa pada September di tahun itu juga terjadi kerusuhan besar yang mengakibatkan banyak anggota PKI, dan orang-orang yang dianggap berhubungan dengan mereka, dibantai oleh tentara dan rakyat yang pro pemerintah.
Soeraja pun melarikan diri karena merek kreteknya dianggap sebagai rokok PKI. Ia tidak bisa menyelamatkan Jeng Yah beserta Idroes Moeria yang terkena tuduhan menjadi anggota PKI karena mereka dianggap dekat dengan Soeraja.
Dari kejadian itu, kita akan tahu tentang alasan kenapa Soeraja malah menikahi perempuan lain beberapa bulan kemudian; sampai ketika menjelang ajal, ia tiba-tiba menyebut nama Jeng Yah. Meskipun saat itu pada acara pernikahan, Jeng Yah sempat datang untuk memukul kepala Soeraja dengan lampu minyak. Lantas, ketiga anak Soeraja mulai menyusun teka-teki latar belakang keluarga mereka sampai proses romonya bisa membangun perusahaan rokok tersukses di Indonesia.
***
Setelah membaca novel ini, saya jadi mengikuti perjalanan lintas generasi serta peristiwa bersejarah Indonesia seperti penjajahan Belanda dan Jepang, serta kerusuhan September 1965. Selain itu, teka-teki tentang siapa sebenarnya sosok Jeng Yah si Gradis Kretek sehingga membuat Soeraja tetap menyebut namanya sampai menjelang ajalnya, sangat seru untuk ditelusuri.