I Am Malala: The Girl Who Stood Up for Education and Was Shot by the Taliban adalah buku otobiografi yang ditulis oleh Malala Yousafzai, dengan bantuan Christina Lamb. Buku tersebut diterbitkan pada 2013 dan menceritakan tentang kehidupan Malala yang tumbuh sebagai remaja yang sangat giat menyuarakan pendapatnya supaya perempuan bisa mendapatkan akses pendidikan yang layak. Sebab, di negaranya—Pakistan—,mayoritas masyarakatnya masih sering menganggap bahwa perempuan tidaklah perlu mendapatkan pendidikan tinggi, sehingga banyak dari perempuan di sana yang buta huruf. Namun, terkadang niat baik memang ada saja yang menghalangi. Ya, karena di sana ada Taliban yang memaksa dengan kekerasan supaya para perempuan berada di rumah saja dan tidak boleh keluar, kecuali dengan saudara lelaki atau suaminya. Selain itu, mereka juga menentang pendirian sekolah bagi perempuan, sehingga mereka sering membom bangunan sekolah sampai rata dengan tanah.
Lebih lanjut, buku ini dibagi menjadi enam bagian:
Bagian Satu: Before the Taliban
Buku ini dimulai dengan memperkenalkan keluarga Malala, ayahnya bernama Ziauddin yang merupakan seorang aktivis pendidikan dan ibunya, Toor Pekai. Malala menceritakan masa kecilnya dan pengalaman hidupnya di Lembah Swat, yang dulu adalah tempat yang damai dan indah. Ia pun menceritakan tentang rasa cintanya pada pendidikan dan kekagumannya pada ayahnya, yang mengelola sekolah dan berfokus pada penyediaan fasilitas pendidikan bagi anak perempuan dan laki-laki.
Bagian Dua: The Valley of Death
Ketika Taliban mulai berkuasa di Lembah Swat, kehidupan warga di sana menjadi semakin sulit. Taliban memberlakukan aturan ketat, melarang berbagai bentuk hiburan, musik, dan bahkan pendidikan bagi anak perempuan. Meskipun demikian, keluarga Malala terus memperjuangkan pendidikan, tak gentar walau banyak ancaman dan bahaya. Malala sendiri mulai menulis blog secara anonim untuk BBC Urdu dengan nama samaran. Ia berbicara tentang kehidupannya di bawah kekuasaan Taliban dan pentingnya pendidikan bagi anak perempuan.
Bagian Tiga: Three Girls, Three Bullets
Pada Oktober 2012, Malala menjadi sasaran Taliban karena aktivismenya sehingga ia mendapat tembakan di kepala ketika berada di bus sekolah. Serangan ini pun mendapatkan perhatian internasional, kemudian Malala diterbangkan ke Inggris untuk mendapat perawatan medis dan rehabilitasi. Insiden ini memicu kemarahan dan dukungan global terhadap perjuangannya. Di samping itu, proses Malala untuk kembali pulih ternyata penuh tantangan, tapi tekadnya untuk memperjuangkan pendidikan bagi perempuan semakin kuat.
Bagian Empat: Between Life and Death
Malala melanjutkan rehabilitasinya di Inggris, di mana ia menerima perawatan medis dan dukungan dari keluarganya. Secara bertahap, ia mendapatkan kembali kekuatannya dan dapat melanjutkan studinya. Sementara itu, ternyata kisah hidupnya sudah menyebar ke seluruh dunia, dan ia menjadi simbol keberanian dan kekuatan dalam menghadapi kejahatan. Selain itu, buku ini juga menceritakan tentang pengalaman dan tantangan yang dirasakan oleh keluarganya selama Malala dirawat.
Bagian Lima: A Second Life
Malala Yousafzai, menerima medali dan piagam Hadiah Nobel pada Upacara Penghargaan Hadiah Nobel Perdamaian di Oslo City Hall, Norwegia, pada 10 Desember 2014. (Sumber: nobelprize.org) |
Pemulihan Malala semakin mengalami kemajuan, dan ia pun semakin terlibat dalam perjuangan untuk membela pendidikan anak perempuan secara global. Ia berbicara di berbagai forum internasional dan bertemu dengan para pemimpin dunia dan tokoh berpengaruh. Dari pencapaiannya itu, Malala Fund didirikan untuk mempromosikan pendidikan bagi anak perempuan di negara-negara berkembang. Perjuangan Malala pun mendapat pengakuan sehingga ia menjadi penerima Hadiah Nobel Perdamaian termuda pada 2014.
Epilog: One Child, One Teacher, One Book, One Pen
Buku ini diakhiri dengan ucapan Malala yang mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan yang ia terima dan harapannya untuk masa depan di mana setiap anak memiliki akses kepada pendidikan yang berkualitas. Ia menekankan tentang kekuatan pendidikan yang bisa membawa perubahan positif serta menyerukan usaha berkelanjutan untuk memastikan bahwa semua anak, terlepas dari jenis kelamin atau latar belakang mereka, memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang.
***
Membaca otobiografi ini, saya jadi ikut kesal kepada Taliban yang meneror dan memaksakan ideologinya kepada masyarakat. Pemerintah di sana juga seperti kurang cepat untuk menangkap mereka. Bersyukurnya, Malala bisa terus memperjuangkan pendapatnya agar setiap orang bisa mendapatkan pendidikan yang baik tanpa harus takut teror dari siapa pun. Ketika ia ditembak, banyak dukungan yang mengarah padanya; sehingga setelah sembuh, ia mendapatkan penghargaan dari PBB.