Sebagai novel fiksi sejarah, Pulang karya Leila S. Chudori membuat saya jadi mengikuti perasaan dan pikiran dari karakter-karakternya, khususnya dua karakter utamanya, Dimas Suryo dan Lintang Utara. Dimas, yang mengaku sebagai seorang pengelana yang tidak cenderung kepada ideologi kiri atau kanan, tiba-tiba saja harus berpisah dengan Indonesia selagi ia berada di luar negeri untuk mengikuti konferensi dari kantornya. Ia dianggap sebagai pengikut PKI (Partai Komunis Indonesia) dan tidak boleh kembali ke negara asalnya setelah tragedi September 1965. Dari momen tersebut, ia dan beberapa temannya harus sering pindah-pindah negara, yang berakhir di Paris, Prancis. Di ibu kota yang terkenal dengan fesyen dan tempat romantis ini, ia bertemu perempuan yang kelak menjadi istrinya, Vivien, dan mendirikan restauran khas Indonesia bernama 'Tanah Air'. Tak dimungkiri, selama puluhan tahun berada di negara orang, kerinduan untuk kembali ke Indonesia masih selalu ada di pikiran Dimas.
Lintang Utara adalah anak dari Dimas dan Vivien. Sebagai keturunan blasteran, ia sering mempertanyakan latar belakangnya, khususnya tentang Indonesia yang adalah tempat kelahiran ayahnya. Namun, karena kondisi politik yang menyebabkan Dimas menjadi eksil dan buronan di negaranya sendiri, mengakibatkan Lintang tidak bisa mengunjungi Indonesia. Namun, tanpa diduga sebelumnya, akhirnya ia jadi memiliki kesempatan untuk berkunjung ke sana karena tuntutan dalam mengerjakan tugas akhir kuliah. Dengan bantuan pacarnya, Nara, dan teman-teman Nara yang bekerja di kedutaan besar Prancis, Lintang pun bisa mendapatkan visa, tentunya dengan menyembunyikan identitasnya sebagai anak dari Dimas Suryo. Setelah berada di Indonesia, secara perlahan ia bisa memahami kondisi politik yang ada di sana. Lantas, karena ia berada di sana pada 1998, sehingga ia pun menjadi saksi kerusuhan massa untuk menurunkan Suharto sebagai presiden.
Itulah sedikit cerita yang ada di novel ini. Sebab, akan ada banyak hal kompleks dari karakter-karakternya jika kita membacanya sampai habis. Selain itu, momen-momen sedih ketika tragedi September 1965 pun diceritakan di sini, sehingga kita bisa mendapatkan referensi baru tentang masa tersebut melalui sudut pandang para korban.