Serial Game of Thrones pertama kali saya ketahui pada 2015 dari salah satu teman kuliah. Dari sana, saya pun mencoba menontonnya di HBO dan ternyata merasa seru. Namun, karena saat itu penayangannya berdasarkan musim, jadi saya baru menontonnya dari musim pertama sampai keempat (2011-2014); sedangkan pada musim kelima sampai kedelapan, saya harus rela bersabar menunggu. Lantas, ketika musim terakhir ditayangkan pada 2019, ternyata serial tersebut berakhir dengan ketidakpuasan yang saya rasakan; karena berdasarkan novel serialnya, buku terakhir masih dalam proses oleh George R.R. Martin, sehingga akhir serial tersebut hanya diadaptasi oleh David Benioff dan D.B. Weiss dari novel yang terakhir terbit.
Karena rasa kurang puas tersebut, maka pada akhir 2020, saya membeli serial novelnya yang berjudul A Song of Ice and Fire (volume pertama sampai kelima). Namun, karena daftar buku yang saya baca saat itu masih menumpuk, jadi saya baru membaca volume pertama yang berjudul sama dengan serial TV-nya pada Mei 2021 dan selesai sebulan setelahnya.
Novel ini setelah saya baca ternyata memiliki delapan sudut pandang dari tokohnya sebagai judul bab, yaitu dari Eddard Stark, Bran Stark, Catelyn Stark, Sansa Stark, Arya Stark, Jon Snow, Tyrion Lannister, dan Daenerys Targaryen. Masing-masing memiliki jalan ceritanya sendiri, tapi sebenarnya saling berhubungan.
***
Eddard Stark
Setelah kematian Jon Arryn, ia dengan berat hati menerima pengangkatannya sebagai Hand of the King Robert Baratheon karena ia merasa sudah puas menjadi King of the North di Winterfell. Istrinya pun, Catelyn, sudah mewanti-wanti untuk tetap menolak tawaran tersebut, tetapi Ned—panggilan Eddard—merasa tidak enak jika harus menentang perintah raja, apalagi Robert adalah sahabat terbaiknya. Mereka adalah salah dua pahlawan yang berhasil meruntuhkan klan Targaryen, sehingga Seven Kingdoms berhasil diduduki oleh Robert. Setelah Ned membulatkan tekadnya, ia membawa kedua putrinya, Arya dan Sansa, ke King's Landing sebab ia tetap ingin para putranya menduduki Winterfell; meneruskan jabatan yang ditinggalkannya. Setelah berada di sana, Ned bertemu dengan para penasehat yang dirasa mencurigakan, seperti Varys dan Petyr Baelish. Meskipun demikian, ia harus bisa beradaptasi dengan suasana kerajaan dan mengetahui segala permasalahan yang ada.
Bran Stark
Ia adalah anak yang suka memanjat dinding. Karena kebiasaannya, membuat Catelyn khawatir seandainya ia terjatuh. Dan benar saja, saat Robert Baratheon membawa serta keluarga dan pasukannya berkunjung ke Winterfell, Bran yang sedang asyik memanjat bangunan kosong tanpa sengaja menyaksikan perselingkuhan antara Jaime dan Cersei Lannister, yang mana ia adalah Ratu Kerajaan—istri Robert. Akibat kejadian memalukan itu, Jaime menghampirinya dan mendorongnya dari atas bangunan. Bran pun menjadi tak sadarkan diri sampai waktu yang cukup lama dan membuatnya lumpuh permanen. Kemudian, di saat ia koma, ia sering bermimpi aneh tentang gagak bermata tiga.
Catelyn Stark
Sebagai istri Ned Stark, Catelyn sering memberikan nasihat kepadanya demi kebaikan keluarga dan daerah yang diperintahnya. Namun, ketika ia mengetahui bahwa saat peperangan, Ned membawa seorang anak yang dikiranya sebagai hasil perselingkuhan, membuat Catelyn cukup terpukul. Anak tersebut adalah Jon Snow.
Selain itu, ketika Bran jatuh dari bangunan kosong, membuatnya terpukul dan berharap ia segera menemukan pelakunya. Setelah beberapa hari kemudian dan Bran masih dalam keadaan koma, tiba-tiba ada penyusup yang ingin membunuh Bran, beruntung Catelyn berada di dalam kamar dan berhasil menghentikan niat jahat itu. Ia pun mendapat petunjuk bahwa yang bertanggung jawab dan memerintahkan penyusup tersebut adalah Tyrion Lannister. Dari pentunjuk itu, ia segera menuju King's Landing secara sembunyi-sembunyi untuk memberitahu Ned Stark, kemudian menyusun rencana untuk menangkap Tyrion.
Sansa Stark
Membaca karakter Sansa di buku pertama ini cukup membuat saya gregetan. Sebab, ia masih menjadi gadis lugu yang mempercayai dongeng tentang pangeran tampan yang menyelamatkan sang putri. Pangeran yang diidamkannya adalah Joffrey Baratheon. Sansa seringkali membayangkan bahwa ia akan dinikahi Joffrey dan hidup bahagia selamanya, tanpa mengetahui bahwa Joffrey memiliki karakter yang sangat menyebalkan. Bahkan, ketika Joffrey terlibat pertengkaran dengan Arya, Sansa masih cenderung membela sang pangeran. Padahal, ia sendiri yang menjadi saksi bahwa Joffrey yang memulai pertengkaran tersebut. Namun, ketika cerita di buku pertama ini hampir selesai, rasa kagum Sansa terhadap Joffrey mulai hilang karena sudah mengetahui watak aslinya yang sadis dan tanpa belas kasih.
Arya Stark
Sebagai anak perempuan keturunan bangsawan, seharusnya ia bersikap lembut dan feminin seperti yang dilakukan para putri kerajaan lainnya. Namun, ia malah menjadi gadis tomboi yang suka berlatih ilmu pedang dan aksi-aksi lain yang seharusnya dilakukan anak lelaki. Karena sikapnya itu, ia tidak akur dengan sang kakak, Sansa, dan lebih dekat dengan saudara laki-lakinya, salah satunya Jon Snow yang memberikannya sebuah pedang dan ia namai Needle.
Saat berada di King's Landing, Arya pun meminta kepada sang ayah supaya ia bisa belajar ilmu pedang; dan datanglah guru bernama Syrio Forel. Bersama Syrio, ia mulai berlatih dengan serius dan tekun. Ia tidak peduli dengan kebiasaan para putri kerajaan, seperti minum teh bersama atau berkeliling istana melihat bunga-bunga.
Jon Snow
Mengetahui bahwa ia bukanlah keturunan murni bangsawan, membuatnya memutuskan untuk bergabung menjadi pasukan Night's Watch. Jon meminta kepada pamannya, Benjen Stark, agar membawanya ke Castle Black supaya ia tidak lagi merasa asing di lingkungan kerajaan. Apalagi, Catelyn Stark memang sejak Jon lahir terkesan tak suka kepadanya.
Setelah menjadi pasukan Night's Watch, Jon harus beradaptasi dengan lingkungan berbeda dan keras di sana. Ia bukanlah lagi bastard Ned Stark, melainkan pasukan yang harus siap mati melindungi dinding dari para makhluk luar. Memang awalnya sulit, tetapi perlahan Jon bisa berdamai dengan keadaan dan bergaul dengan pasukan lainnya. Ditambah, pertemuannya dengan Samwell Tarly, membuatnya menemukan teman baru yang bisa diajak mengobrol dan memahami situasi satu sama lain.
Tyrion Lannister
Meskipun Tyrion merupakan keturunan bangsawan, ia sering dianggap rendah akibat kondisi fisiknya yang seperti kurcaci, sehingga ia dijuluki dwarf atau the Imp oleh kebanyakan orang yang melihatnya. Karena ia sadar diri dengan kekurangannya, ia lebih suka meningkatkan kemampuan dalam ilmu pengetahuan, seperti membaca, daripada berlatih pedang seperti para lelaki normal lainnya. Selain itu, dalam hal berbicara, Tyrion memang jagonya, apalagi ketika ia berkunjung ke Winterfell dan bertemu Jon Snow yang sama-sama dianggap sebagai "orang asing" kerajaan, ia berkata:
"Let me give you some counsel, bastard," Lannister said. "Never forget what you are, for surely the world will not. Make it your strength. Then it can never be your weakness. Armor yourself in it, and it will never be used to hurt you."
Di sisi lain, karena ia difitnah sebagai orang yang bertanggung jawab atas jatuhnya Bran, ia berhasil ditangkap oleh Catelyn Stark ketika tak sengaja bertemu di sebuah penginapan. Dari sana, ia mulai menyusun strategi supaya ia bebas dan membuktikan bahwa ia tak bersalah.
Daenerys Targaryen
Sebagai garis terakhir keturunan Targaryen, Daenerys dan kakaknya, Viserys, harus diungsikan ke tempat yang jauh dari King's Landing. Sebenarnya, ia merasa aman saja berada jauh dari pusat kerajaan, tetapi Viserys yang masih tidak terima atas kekalahan klannya merasa bahwa ia harus merebut kembali kerajaan yang diperintah Robert Baratheon. Ia mulai mengumpulkan pasukan secara perlahan supaya rencananya bisa direalisasikan. Ia pun menjodohkan Dany—panggilan Daenerys—dengan Khal Drogo sebagai pemimpin Dothraki; berharap dengan begitu pasukan Dothraki akan memihak kepadanya.
Setelah pernikahan dilaksanakan, Dany harus beradaptasi dengan kebiasaan pasukan Dothraki yang dianggap barbar. Bersama pasukan tersebut, ia mulai berkelana dan ditemani oleh salah satu pengawal setianya, Jorah Mormont. Selain itu, ia juga memiliki tiga telur naga yang dianggap sebagai benda sakral karena naga adalah lambang dari klan Targaryen. Benar saja, di akhir cerita, kita bisa menyaksikan nasib dari telur naga tersebut.
***
Itulah sedikit cerita dari setiap karakter yang menjadi judul di dalam buku. Ketika saya membaca versi novelnya, saya jadi lebih bisa mengetahui jalan pikiran atau perkataan dalam hati dari karakter yang diceritakan serta mendapatkan sensasi berbeda dari versi serial TV-nya. Selain itu, dari novel ini, saya jadi lebih memahami tentang pertarungan politik atau bagaimana setiap orang merasa bahwa ia pantas menjadi penguasa di Seven Kingdoms. Setiap orang adalah kawan atau lawan tergantung kepentingan atau manfaat apa yang bisa didapatkannya. Seperti Ned Stark yang saya rasa sangat memegang teguh prinsipnya ketika ia menjadi Hand of the King dari Robert Baratheon. Ternyata, ia harus menerima kenyataan pahit setelah Robert meninggal. Sebab, orang-orang di sekelilingnya, terutama klan Lannister, menganggap bahwa Ned atau klan Stark lainnya adalah pengganggu kerajaan dan harus disingkirkan, seperti yang dikatakan Cersei ketika ia bertemu dengannya:
“When you play the game of thrones, you win or you die. There is no middle ground.”