Identitas buku:
- Judul: Norwegian Wood
- Penulis: Haruki Murakami
- Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
- Tanggal cetak: Februari 2017 (Cetakan kedelapan)
- Jumlah halaman: 426
- ISBN: 978-602-6208-94-1
- Judul: Norwegian Wood
- Penulis: Haruki Murakami
- Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
- Tanggal cetak: Februari 2017 (Cetakan kedelapan)
- Jumlah halaman: 426
- ISBN: 978-602-6208-94-1
Kenangan adalah sesuatu yang terkadang bisa muncul di dalam pikiran tanpa direncanakan. Faktor yang bisa memunculkannya pun bisa dari beberapa hal, di antaranya adalah dari lagu lama yang masih berkesan karena menandakan momen tertentu, dari benda pemberian orang spesial, atau dari foto-foto lama di album yang kita buka kembali. Dan, kenangan yang rupanya ingin disampaikan dari novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami adalah kenangan yang muncul akibat si tokoh utama, Toru Watanabe, tiba-tiba mendengar lagu The Beatles─yang berjudul sama dengan novel─ketika ia sedang berada di pesawat yang segera mendarat di Jerman. Ya, lagu Norwegian Wood yang membuat ia menjadi mengenang kembali masa-masa remajanya ketika bertemu dengan dua perempuan yang secara tidak langsung berpengaruh pada hidupnya bertahun-tahun lalu.
Toru Watanabe adalah remaja yang menyukai kesendirian. Meskipun begitu, ia pernah memiliki sahabat saat SMA bernama Kizuki. Persahabatan dengan Kizuki, mempertemukannya dengan pacar Kizuki bernama Naoko, sehingga mereka bertiga sering berkumpul bersama dan mengobrol. Namun suatu hari, tanpa ada alasan yang jelas tiba-tiba saja Kizuki mengakhiri hidupnya dengan menghirup gas beracun di dalam mobilnya yang tertutup rapat. Karena kejadian itu, Watanabe merasa bahwa ia tak memiliki teman terbaik lagi selain Kizuki. Hubungan Watanabe dengan Naoko setelah itu pun menjadi berjarak sampai mereka lulus SMA.
Beranjak masuk kuliah, Watanabe memilih universitas swasta di Tokyo dan tinggal di asrama. Ia memilih Tokyo karena ia ingin samasekali mendapatkan suasana baru di mana ia tidak mengenal seorang pun dari tempat asalnya di Kobe. Di asrama, ternyata ia memiliki teman satu kamar─yang dalam novel diterjemahkan─bernama Kopasgat (Komando Pasukan Gerak Cepat). Kopasgat adalah nama panggilan yang diberikan oleh Watanabe karena temannya itu merupakan tipe orang yang menyukai kebersihan dan kebiasaan-kebiasaan aneh. Salah satu kebiasaan anehnya yang ditampilkan dalam novel adalah ia lebih suka memasang poster pemandangan alam daripada poster bergambar perempuan seperti yang dilakukan kebanyakan mahasiswa pada umumnya. Selain itu, ia juga suka melakukan senam pagi secara rutin di dalam kamar dan tanpa disadari sering menggangu Watanabe yang masih terlelap tidur. Watanabe pun hanya bisa pasrah.
Suatu hari tiba-tiba saja Watanabe bertemu dengan Naoko di dalam kereta. Pertemuan tersebut membuat mereka berdua menjadi akrab kembali dan sering berjalan-jalan berdua. Mereka sering menghabiskan waktu dengan berjalan kaki mengelilingi kota Tokyo dan betapa Watanabe semakin tertarik kepada Naoko. Bahkan, ketika ulang tahun Naoko yang keduapuluh, mereka berdua merayakannya secara khusus di apartemen Naoko. Namun, suatu hal terjadi pada perayaan tersebut. Sikap Naoko yang sebenarnya muncul. Ia tiba-tiba saja menangis ketika sedang membicarakan Kizuki. Watanabe mencoba menenangkannya. Naoko pun bisa tenang dan akhirnya mereka menghabiskan sisa malam dengan tidur berdua dan melakukan hubungan intim untuk yang pertama kali.
Setelah perayaan ulang tahun tersebut, Watanabe merasa aneh karena Naoko tiba-tiba saja hilang bagaikan ditelan Bumi. Surat-surat yang dikirimkan Watanabe juga tak dibalas olehnya. Sehingga, untuk mengalihkan perhatiannya dari memikirkan Naoko, ia sering bermain dengan Nagasawa.
Nagasawa adalah teman satu asrama Watanabe yang berasal dari keluarga terpandang. Ia juga suka membaca buku-buku sastra seperti dirinya. Namun, ada satu hal menarik tentang Nagasawa ketika ia memilih buku bacaan; ia tak pernah mau mengambil buku karya pengarang yang belum 30 tahun meninggal dunia. Alasannya adalah:
“Bukan berarti aku tak percaya pada sastra modern. Aku hanya tak mau menghabiskan waktuku yang berharga sia-sia untuk membaca buku karya orang yang belum dibaptis oleh waktu. Hidup itu pendek.” (halaman 45)
Selain itu, karena mengenal sosok Nagasawa ini, Watanabe jadi suka diajak keluar malam untuk mencari perempuan di bar lalu mengajak mereka "tidur" di hotel. Sebenarnya Watanabe kurang menyukai kebiasaan tersebut, tetapi karena kebutuhan biologis yang sering dirasakannya, ia sering setuju dengan ajakan Nagasawa. Meskipun demikian, Nagasawa memiliki kekasih bernama Hatsumi. Hatsumi seperti sudah khatam terhadap kebiasaan Nagasawa yang suka tidur dengan perempuan-perempuan lain, tapi anehnya ia selalu memaklumi.
Naoko yang nampaknya sudah hilang kabar, tiba-tiba saja mengirim surat ke asrama Watanabe dan memberitahu bahwa ia sedang berada di Kyoto untuk menjalani penyembuhan. Karena, di sana terdapat tempat untuk orang-orang yang didiagnosis memiliki gangguan jiwa. Hal itu membuat Watanabe terkejut karena ternyata jiwa Naoko menjadi kurang sehat akibat meninggalnya Kizuki beberapa tahun lalu.
Kisah pun berlanjut dengan Watanabe yang mengunjungi Naoko ke Kyoto. Ia pun bertemu dengan Reiko, teman satu kamar Naoko. Mereka saling mengobrol dan menceritakan segala hal tentang tempat tersebut, tentang kondisi Naoko, dan tentang Reiko yang ternyata sudah berada tujuh tahun di sana. Watanabe pun merasa bahwa ada harapan bagi Naoko untuk kembali normal dan bisa membina hubungan spesial dengan dirinya.
Di samping itu, di dalam novel juga diceritakan tentang Midori. Ia adalah teman satu kampus Watanabe dan akhirnya menjadi perempuan yang berpengaruh terhadap hidupnya. Tidak seperti Naoko yang digambarkan kelam dan tertutup, Midori adalah perempuan yang penuh ekspresi dan suka membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan intim secara terbuka. Tak jarang membuat Watanabe menjadi salah tingkah mengetahui sifat Midori yang begitu agresif. Meskipun begitu, Midori adalah tipe perempuan yang peduli dan pekerja keras.
Salah satu sifat Midori yang digambarkan begitu perhatian dan peduli adalah ketika ia dan Watanabe mengunjungi ayah Midori yang sedang dirawat di rumah sakit. Penyakit yang diderita oleh ayahnya adalah sama seperti yang dialami oleh mendiang ibunya, yaitu tumor otak. Dari pertemuan dengan ayah Midori, Watanabe jadi semakin memahami bahwa kehidupan yang dihadapi oleh Midori ternyata tidaklah mudah.
Semakin hari hubungan Watanabe dan Midori semakin dekat, meskipun ada beberapa hal yang terkadang membuat mereka jadi jarang bertemu karena Midori merasa sebal atas sikap Watanabe yang kurang memperhatikan dirinya dan lebih memikirkan Naoko.
Tanpa diduga-duga, Naoko akhirnya lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri di hutan. Watanabe pun merasa sangat terguncang jiwa dan pikirannya akibat kejadian tersebut. Ia merasa bahwa kematian selalu saja menghampiri orang-orang terdekatnya. Dengan begitu, Watanabe harus bisa memilih apakah ia tetap meratapi kepergian Naoko atau memilih Midori yang masih hidup dan menerima kehadirannya dengan sukacita.
***
Itulah sedikit cerita tentang Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Novel yang saya rasa dalam penerjemahan dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia oleh KPG cukup baik dan mudah dimengerti. Selain itu, di dalam novel tersebut kita bisa menemukan bahwa kita dapat mengetahui latar belakang setiap tokoh dari percakapan-percakapan yang dilakukan. Saya pun merasa bahwa kita bisa belajar menjadi pendengar yang baik dari curhatan-curhatan yang disampaikan setiap orang setelah membaca novel ini dengan mengamati dan memahami setiap dialog yang diungkapkan. Namun, bagi kamu yang tidak menyukai deskripsi tentang hubungan intim manusia secara jelas dan terbuka, saya rasa novel ini kurang cocok.
Lebih lanjut, kita bisa mengetahui banyak referensi judul-judul lagu klasik yang disebutkan di dalam novel. Bahkan, saya pun bisa menebak bahwa judul novel Norwegian Wood ini diambil berdasarkan lagu kesukaan Naoko yang sering dinyanyikan oleh Reiko sambil memainkannya dengan gitar selama di tempat penyembuhan.
Menurut saya, novel ini juga berkisah tentang seseorang yang memilih antara kematian atau kehidupan. Kematian disimbolkan dari tokoh Naoko yang mengalami depresi akibat kematian pacarnya dan akhirnya ia juga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Sedangkan Kehidupan, disimbolkan oleh tokoh Midori yang memiliki sikap terbuka dan tetap bersemangat menjalani hidup, meskipun banyak hal-hal rumit yang sering terjadi kepadanya. Dan, tokoh Watanabe-lah yang menjadi seseorang yang harus memilih antara dua hal itu. Walaupun demikian, novel ini berakhir dengan absurd, sehinga tinggal kita yang bisa menyimpulkan sendiri tentang makna di balik akhir kisah Toru Watanabe terhadap kehidupannya.
Untuk mengakhiri postingan kali ini, saya mengutip perkataan dari Watanabe:
“Tetapi sejak malam kematian Kizuki, aku tidak bisa lagi menganggap kematian (juga kehidupan) sebagai sesuatu yang sederhana. Kematian tidaklah berlawanan dengan kehidupan. Kematian sejak lama sudah terkandung dalam keberadaanku ini, dan kenyataan itu tidak dapat dihapuskan dari pikiran kita, betapa keras pun upaya kita.” (halaman 35-36)