Sumber gambar: velveteenrabbi.blogs.com
Dengan munculnya iklan sirup di televisi, tanpa harus melakukan observasi yang rumit dan lama, itu menandakan bahwa bulan Ramadan segera tiba. Bulan tersebut adalah bulan yang dikhususkan bagi umat Islam untuk menjalankan salah satu kewajiban dalam perintah agama yang bernama puasa. Puasa yang dimulai dari azan subuh dan berakhir pada azan magrib itu.
Di bulan Ramadan, ada beberapa kegiatan yang tidak dilakukan pada bulan-bulan biasa. Beberapa di antaranya adalah membangunkan sahur di kompleks rumah masing-masing, buka puasa bersama teman sekolah atau kampus, dan ngabuburit. Dan, yang ingin saya ceritakan di tulisan kali ini adalah kegiatan-kegiatan yang dahulu saya lakukan saat Ramadan, tapi karena bertambahnya umur saya, sudah tidak dilakukan lagi. Sebenarnya pada saat SD sampai SMP, kegiatan tersebut cukup seru untuk dilakukan bersama teman-teman di sekitar perumahan saya. Apa saja kegiatan itu?
1. Berkeliling kompleks perumahan untuk membangunkan sahur
Sumber gambar: hellohijabers.wordpress.com
“SAHUUUR!!! SAHUUUR!!! SAHUUUR!!! SAHUUUR!!!”
Suara yang sengaja dikeraskan ditambah dengan pukulan di galon kosong atau di tutup panci atau di baskom bergema pada pukul tiga pagi. Mereka yang kebanyakan adalah anak-anak, berkeliling di daerah perumahan─yang dihuni oleh penduduk mayoritas beragama Islam─bertujuan untuk membangunkan mereka dari mimpi indahnya supaya segera melaksanakan sahur.
Kegiatan tersebut sering saya ikuti saat masih SMP. Saya dan beberapa teman lain sudah bersiap di pos ronda sejak pukul duabelas malam. Biasanya yang kami lakukan sebelum berkeliling membangunkan sahur adalah bermain karambol dan jika ada yang mengantuk, sebagian ada yang tidur. Lalu, saat waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi, kami pun bersiap membawa peralatan yang bisa menambah suara berisik untuk beraksi.
Keseruan membangunkan orang sahur adalah ketika kami bisa sedemikian berisik karena berteriak-teriak dan ada juga di beberapa rumah, kami teriakki sambil bercanda.
“MANG UDIN!!! JANGAN BANGUN SAHUR DULU, MANG!!! NANTI AJA LIMA MENIT SEBELUM AZAN SUBUH YAAA!!!” suara teriakan kami tertuju kepada rumah seseorang bernama Udin berumur sekitar duapuluh delapan tahun dan belum berkeluarga. Mang Udin adalah dia yang biasanya ikut meronda bersama kami dan sudah kami kenal akrab, tapi ada kalanya dia lebih memilih tinggal di rumah dan tidur.
“SAHUUUR SAHUUUR!!! SAHUR IBU DAN BAPAKNYA SISKAAA!!! TERUTAMA SISKA, JANGAN LUPA MAKAN YANG BANYAK YA BIAR PUASANYA KUAAAT SAMPE MAGRIIIB!!! SEMANGAAAT!!!” itu adalah suara saya yang saya keluarkan untuk Siska, perempuan yang saya suka saat masih SMP. Tentu saja ketika berteriak seperti itu, teman-teman saya juga ikutan. Kemudian, kami langsung berlari dari depan rumahnya karena malu dan khawatir orang tuanya Siska muncul dan mungkin akan kesal. Hehehe.
“HER, BANGUN, HER!!! AYO SAHUUUR, TAPI JANGAN BUKA PUASA DIEM-DIEM PAS ZUHUUUR KAYAK KEMARIN YAAA!!!” teriakan yang kami keluarkan di depan rumahnya Herdi, salah satu teman saat SMP dulu. Mungkin orang tuanya mendengar dan langsung bertanya-tanya. Kami pun langsung segera mempercepat langkah kaki supaya tidak dimarahi oleh orang tuanya Herdi.
Seiring berjalannya waktu, saya sudah tidak mengikuti kegiatan tersebut sejak SMA sampai sekarang karena teman-teman seumuran saya sudah banyak yang merantau mencari kesuksesan hidupnya masing-masing. Meskipun begitu, anak-anak yang masih duduk di bangku SD sampai SMA di daerah perumahan saya masih rutin berkeliling membangunkan orang-orang untuk sahur.
2. Jalan pagi setelah salat subuh
Sumber gambar: pakdigg.com
Kebiasan yang jarang saya lakukan adalah berolahraga, kecuali jika ada pelajaran penjaskes di sekolah dan ada teman yang mengajak bermain futsal. Anehnya, saat bulan Ramadan tiba, semangat saya untuk berolahraga pagi─yaitu berjalan santai─muncul seketika. Kegiatan tersebut sering saya lakukan bersama teman di daerah rumah sejak kelas tiga SD sampai tiga SMP.
Rute perjalanan yang kami tempuh lumayan jauh, sekitar lima kilometer dari daerah rumah kami. Jadi, jika kami berjalan dari berangkat sampai pulang lagi, total jarak yang kami tempuh untuk berjalan santai adalah sepuluh kilometer. Itu adalah hal luar biasa yang tak pernah terpikirkan saat itu karena saya merasa seru. Perbedaannya saat bulan-bulan biasa, sehabis berjalan santai, saya bisa langsung sarapan. Sedangkan ketika bulan Ramadan, ya harus menahan rasa haus dan lelah tersebut dengan segera tidur sampai siang.
Sekarang, saya sudah tidak melakukan jalan santai di pagi hari ketika bulan Ramadan karena saya merasa kurang cocok dengan aktivitas tersebut. Kecuali di bulan-bulan biasa, saya dan beberapa teman dekat di kampus suka berolahraga pagi di daerah Senayan pada hari Minggu.
3. Jalan-jalan sore mengendarai motor
Sumber gambar: tribunnews.com
Istilah lain dari aktivitas menunggu azan magrib di bulan Ramadan adalah ngabuburit. Salah satu kegiatan yang pernah saya lakukan untuk ngabuburit ketika masih SMP adalah jalan-jalan sore mengendarai motor. Saya melakukan kegiatan tersebut ramai-ramai bersama teman-teman di daerah rumah.
Kegiatan tersebut kami lakukan sekitar pukul lima sore. Ketika teman-teman yang lain sudah lengkap berkumpul, kami pun beramai-ramai segera mengegas motor masing-masing menuju ke tempat yang sering menjadi arena perkumpulan balapan liar. Jika dilihat dari jauh, bisa dibilang kami seperti sekumpulan anak geng motor. Padahal kalau dilihat dari dekat, lebih mirip dengan geng molor (molor = tidur, dalam bahasa Indonesia).
Ketika sudah sampai di tempat tujuan, awalnya kami memang berniat santai saja mengendarai motor kami masing-masing sambil menikmati kesejukan angin sore. Tapi yang terjadi, kami malah memacu motor dengan secepat yang kami bisa supaya terlihat keren oleh orang-orang yang berada di sana. Ya, saat masih SMP, saya bisa dibilang anak yang cukup nekat, caper (cari perhatian), dan juga alay. Atraksi yang pernah saya lakukan adalah dengan memacu motor secepat mungkin, kemudian melepas kedua tangan. Orang-orang yang menyaksikan pun jadi bersorak ria, saya merasa bangga. Masa remaja yang penuh gelora.
Namun, keramaian yang sudah tercipta seketika bisa buyar karena hadirnya para polisi yang mengendarai mobil dinasnya untuk melakukan razia. Para polisi mengincar para pengendara yang sedang melakukan balapan liar atau motor yang dimodif menjadi berisik. Saya pun ikut panik melihat orang-orang berhamburan mengendarai motornya dan seingat saya, saya langsung pulang ke rumah melewati rute gang-gang kecil berbeda seperti saat berangkat untuk menghindari kejaran polisi tersebut. Saya pun berpisah dengan teman-teman yang lain dan baru bertemu ketika sudah sampai di daerah rumah kami. Azan magrib pun berkumandang.
Semakin berjalannya waktu, sekarang saya sudah tidak suka ngabuburit dengan berkeliling mengendarai motor. Cukup dengan berada di kamar sambil membaca buku atau mendengar musik atau bermain game di laptop, saya sudah merasa puas. Karena, saat ini saya lebih menyukai suasana yang tenang tanpa kebisingan suara knalpot motor yang pernah saya lakukan bertahun-tahun silam.
4. Bermain petasan dan kembang api
Sumber gambar: tempo.co
Ketika bulan Ramadan tiba, biasanya bisa dilihat juga munculnya para pedagang kembang api dan petasan di pasar atau di tempat-tempat ramai pengunjung. Dengan hadirnya mereka, anak-anak yang diberikan uang oleh orang tuanya, secara diam-diam menghabiskannya untuk membeli benda yang menimbulkan ledakan dan suara berisik tersebut. Selain itu, anak-anak menjadikan petasan dan kembang api sebagai alat untuk bermain perang-perangan.
Perang petasan pernah saya lakukan ketika masih SMP. Permainan tersebut biasanya dilakukan setelah salat tarawih. Anak-anak dibagi menjadi dua kubu, lalu dengan sengaja melempar petasan ke arah lawan masing-masing. Terlihat bodoh memang karena membahayakan diri sendiri dan orang lain. Tapi, entah mengapa zaman dulu hal tersebut adalah seru untuk dilakukan. Permainan bisa berhenti seketika saat salah satu orang tua kami muncul dan memarahi anaknya. Kami yang tersisa langsung segera kabur supaya tidak ikut terkena omelan dari orang tua teman kami itu.
Ketika saya menulis tulisan ini, di daerah rumah saya sudah tidak ada lagi anak-anak kecil atau remaja yang bermain petasan. Selain karena sudah dilarang keras oleh orang tua dan masyarakat sekitar, sekarang mereka lebih suka berperang secara online melalui game di ponsel pintarnya masing-masing.
5. Mengisi Buku Ramadan
Sumber gambar: gurukecil.com
Buku yang berisi agenda dan kegiatan selama Ramadan tersebut dimiliki oleh mereka yang ditugaskan dari guru di sekolah supaya rajin mengisinya. Pertama kali saya ditugasi untuk mengisi Buku Ramadan adalah ketika kelas lima SD.
“Buku Ramadan kalian harus diisi ya karena bakal Bapak periksa setelah libur Lebaran selesai. Nanti ketahuan siapa yang pas bulan puasa rajin beribadah dengan yang enggak. Yang rajin bakal Bapak kasih nilai tambah, kalau yang malas berarti ya nggak dapat nilai samasekali,” itu adalah kalimat yang saya ingat ketika Pak Guru menugaskan saya dan teman-teman di kelas untuk rajin mengisi Buku Ramadan.
Karena saat SD, saya bisa dibilang murid yang tidak berani macam-macam (baca: penurut), jadi selama Ramadan saya mengisi buku tersebut setiap hari. Saya juga membawanya ketika salat tarawih untuk saya isi di kolom ceramah. Dan ketika salat selesai, saya dan anak-anak yang rajin mengisi buku tersebut berbaris agar mendapatkan tanda tangan dari imam dan penceramah yang mengisi salat tarawih. Betapa sang imam dan penceramah menjadi selebritas dadakan di musala.
Tapi, kegiatan tersebut pernah membuat saya kesal. Alasannya adalah karena setelah bulan Ramadan selesai, ternyata Pak Guru yang memberi tugas tersebut samasekali tidak membahas Buku Ramadan yang sudah saya dan teman-teman lainnya isi. Mungkin lupa atau Si Guru sendiri malas memeriksanya. Entahlah, yang pasti buku tersebut tidak dikumpulkan samasekali sampai saya lulus SD. Lantas, ketika sudah beranjak ke SMP, saya jadi malas membawa Buku Ramadan yang ditugaskan dari sekolah supaya selalu rajin diisi dan ditandai ketika selesai beribadah.
Mengingat kegiatan tersebut, sekarang saya jadi berpikir bahwa saat itu secara tak sadar saya beribadah supaya mendapatkan pujian dari manusia. Selain itu, karena saya masih bocah dan belum tahu esensi ibadah yang sesungguhnya─yaitu, supaya selalu mengingat Tuhan dan biarlah hanya Dia yang menilai ibadah seseorang─saya merasa asyik saja mengisi buku tersebut dengan niat mendapatkan nilai bagus dari guru.
Saya rasa, daripada ditugaskan mengisi Buku Ramadan, saya lebih setuju supaya anak sekolah ditugaskan untuk membaca buku-buku agama dan Alquran. Karena dengan membaca Alquran dan memahami agama dari buku bacaan yang kredibel serta ustaz yang memberikan isi ceramah yang sejuk dan enak didengar, pengetahuan kita tentang agama akan bertambah tanpa harus khawatir mendapatkan penilaian dari manusia.
Saat menulis tulisan ini, bahkan sejak empat tahun yang lalu, saya sudah tidak melihat lagi anak-anak sekolah yang membawa Buku Ramadan ketika melaksanakan salat tarawih. Saya pikir memang lebih baik begitu.
***
Dari lima kegiatan di bulan Ramadan yang sudah saya ceritakan di atas, terkadang saya merasa rindu dengan kegiatan tersebut. Tapi, karena bertambahnya umur saya dan sudah bisa berpikir tentang efek baik dan buruk bagi kemaslahatan sendiri dan orang lain, beberapa kegiatan tersebut memang sudah tidak pantas lagi saya lakukan. Lagipula, saya juga sudah jarang bergaul di daerah rumah sendiri, sehingga banyak aktivitas selama bulan Ramadan selama lima tahun terakhir saya habiskan hanya di dalam rumah atau di tempat kos untuk berkumpul bersama teman-teman di kampus atau bereuni bersama teman-teman semasa SMA.
Sebisa mungkin, aktivitas yang dilakukan selama Ramadan adalah hal-hal yang menambah pahala dan manfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Aktivitas saya di masa lalu memang kebanyakan hanya untuk bersenang-senang tanpa memikirkan manfaat positif yang dihasilkan. Karena pada masa tersebut, saya memang anak yang masih suka mencari perhatian dan pengakuan dari orang lain agar terlihat keren dan gaul di mata mereka. Sehingga, di umur saya yang sudah lebih dari duapuluh ini, saya sudah bisa memilih kegiatan mana yang baik dan tidak untuk dilakukan serta lebih menyukai aktivitas yang tenang dan tanpa suara berisik yang dihasilkan. Bukan seperti saat saya masih SD sampai SMP.
Semua kegiatan diatas pernah gue lakuin. Cuma sekarang sudah jarang naik motor sore atau ngebuburit, dan gue juga udah ga pernah main petasan sama isi buku ramadhan. Jadi rindu masa kecilku :D
ReplyDeleteMasa kecil emang seru kalau diingat-ingat lagi. Tapi ketika udah beranjak dewasa, pasti ada kegiatan-kegiatan seru lain pas Ramadan yang sesuai dengan umur kita. Tinggal kita nikmati aja. :)
DeleteNgomong-ngomong, boleh nih kita kapan-kapan main petasan bareng, Yun. Hehehe.
Gue takut kak kalau main petasan. Kaget duluan gitu, padahal belum juga disundut petasannya😂
Delete