Sumber gambar: pinterest.com
Di ruang tamu berukuran 15x13 meter, terdapat seorang anak lelaki berusia sebelas tahun sedang menonton acara televisi. Saat itu, yang ia tonton adalah berita tentang kondisi keuangan Indonesia. Ya, efek naik-turunnya rupiah terhadap dolar. Ia menonton berita karena pada malam itu─yang jika dilihat ke jam dinding adalah pukul tujuh lewat tiga menit─tayangan kartun di saluran televisi nasional sudah tidak ada. Sebenarnya, bisa saja ia menonton kartun lewat kaset DVD yang sering dibelikan oleh ibu dan ayahnya sehabis pulang bekerja, tetapi saat itu ia merasa sedang bosan dengan kartun-kartun koleksinya. Kedua orang tuanya pun masih belum pulang dari tempat usahanya, yaitu perusahaan manufaktur dan pengolahan kayu. Untung saja kakeknya─berumur 65 tahun─sedang berkunjung ke rumahnya sejak seminggu yang lalu, sehingga asisten rumah tangga yang bekerja tidak harus menginap seperti biasanya dan bisa pulang pada pukul lima sore. Dan, si Anak merasa bahagia dengan kunjungan kakeknya tersebut.
Dari kamar tamu, si Kakek keluar menuju tempat si Anak menonton televisi. Ia tertarik melihatnya sedang menonton berita yang membicarakan tentang kondisi keuangan karena ia adalah pensiunan pegawai dari Bank Indonesia. Kemudian, ia segera menuju ke sofa untuk bergabung menonton bersama cucunya.
Melihat kedatangan si kakek, si Anak tersenyum sambil berkata,
“Malaaam, Kakek. Dari tadi di kamar terus. Sini dong temani aku nonton, Kek!”
Kakek yang mendengar ajakan cucunya, segera duduk di sofa sebelahnya yang memang niat awalnya begitu.
“Keren nih cucu kakek nontonnya berita. Bisa nambah wawasan juga,” sambil mengelus lembut rambut si Anak.
“Iya, dong. Tapi aku ya dari tadi nonton berita tentang kondisi keuangan nih. Agak kesal juga, Kek. Kenapa sih mata uang negara kita dan negara-negara lainnya patokannya tuh ke apa itu mata uang Amerika? Kenapa bukan ke Jepang saja sih? Kan, aku suka nonton anime,” tanya si anak yang matanya tetap fokus ke layar kaca, meskipun agak tak nyambung karena membawa-bawa acara anime.
Meskipun begitu, mendengar pertanyaan tersebut, si Kakek cukup takjub karena rasa penasaran cucunya bisa membuatnya bertanya tentang hal seperti itu, yang dianggap pertanyaan rumit dan jarang dipikirkan oleh anak seusianya. Ia mencoba berpikir sejenak tentang pertanyaan yang baginya cukup mudah untuk dijawab. Akan tetapi, karena yang bertanya bukanlah orang dewasa, sehingga ia harus bisa menjelaskannya secara sederhana dan mudah dipahami.
“Ehem! Jadi, begini ceritanya, Cu ... Oh iya, tolong buatkan Kakek secangkir kopi dulu dong biar tenggorokan Kakek tidak kering nih. Hehe.”
Mendengar perintah tersebut, si Anak─yang sudah biasa hidup mandiri dan sudah tahu bagaimana cara membuat secangkir kopi─segera mengiyakan.
“Siap, Kek. Gulanya banyak atau sedikit nih?”
“Sedikit saja, Cu. Ya, kira-kira hitung saja gulanya ada 99 butir laaah.”
“Duh, si Kakek ada-ada saja nih. Susah tahuuu menghitungnya.”
“Bercanda. Hehe. Ya sudah, pokoknya kamu kira-kira saja sedikitnya. Oke?”
“Siap, grak!”
Empat menit kemudian, si Anak membawa secangkir kopi yang langsung diberikan kepada si Kakek.
“Sluuurp! Jadi, begini ceritanya ... Eh, tadi pertanyaannya apa?”
“Itu, Kek, kenapa mata uang Indonesia dan negara lainnya kok berpatokannya ke uang Amerika sih? Aku penasaran. Kan, kakek pensiunan pegawai bank nih. Tahulah pastiii.”
“Oh iya, itu pertanyaannya. Jadi, begini ... Duh, kok perut Kakek mules ya.”
“Iiih, si Kakek mah.”
“Hehehe. Bercanda. Seingat Kakek nih ya, dulu sebelum Perang Dunia II, belum ada tuh yang namanya Facebook. Eh, bukan, maksudnya sebelum Perang Dunia II, standar nilai mata uang itu ditentukan dengan nilai emas. Lalu setelah Perang Dunia II selesai, ketika seluruh dunia sedang mengalami depresi ekonomi, ekonomi Amerika malah semakin membaik. Tunggu sebentar, minum kopi dulu yaaa.”
Si Anak masih tetap memerhatikan penjelasan dari kakeknya. Selalu seru ketika ia bisa mendapatkan pengetahuan baru darinya, pikirnya dalam hati.
“Sluuurp! Oke, lanjut. Sampai mana tadi, Cu?”
“Sampai minum kopi, Kek.”
“Yeee, bukan atuh. Itu mah kerjaan Kakek yang ngopi.”
“Oh iya, sampai ekonomi Amerika semakin membaik.”
“Nah, karena ekonomi Amerika Serikat malah melejit ketika seluruh dunia sedang krisis, sehingga si Amrik ini membantu negara-negara yang hancur akibat perang dengan Program Marshall Plan-nya. Mengapa namanya Marshall Plan?”
Si Anak berpikir sebentar lalu berkata,
“Yah, belum tahu, Kek. Yang aku tahu tuh Simple Plan, band dari Amerika. Huhu.”
“Lha, Kakek malah baru tahu ada band bernama Simple Plan. Oke, jadi singkat cerita, Marshall Plan itu bukan band lho ya. Marshall Plan itu seingat kakek diambil dari nama George Marshall yang merupakan Sekretaris Negara Amerika Serikat pada saat itu. Nah, transaksi pendanaan dalam Marshall Plan itu menggunakan dolar. Dari sinilah dolar yang adalah mata uang Amerika mulai digunakan.”
“Jadi begitu ya, Kek. Aku jadi berpikir, seandainya si George Marshall ini nama belakangnya diganti jadi ‘Plin’, pasti dia bakal suka berubah pikiran ya. Bantuan dari Amerika bisa-bisa ditunda.”
“Sluuurp! Lho lho, kok bisa begitu, Cu?” sekarang si Kakek yang penasaran.
“Iya, Kek, kan George Marshall jadi Marshall Plan. Nah, kalau diganti nama belakangnya jadi George Plin, ya namanya berubah jadi Plin Plan dong. Plin-plan dalam istilah bahasa Indonesia kan artinya suka berubah pikiran, Kek. Tidak tetap pendiriannya gitu. Hehehe.”
“Ya ampuuun. Kakek baru sadar, Cu. Duh, bisa saja kamu ya. Hahaha. Terbukti nih kamu cucu kakek asli. Hahaha. Oke, kita lanjut lagi ya. Lalu, salah satu alasan lainnya mengapa dolar Amerika Serikat masih digunakan sebagai transaksi internasional sampai saat ini─yang mana rupiah termasuk─adalah karena sifatnya yang stabil. Sifatnya yang stabil dari mata uang dolar ini membuat orang tidak ragu untuk menyimpan uang atau bertransaksi dalam bentuk dolar.”
“Wah, bisa gitu ya. Sebabnya kenapa tuh, Kek? Kok bisa stabil gitu?”
“Iya, kestabilan dolar ini disebabkan oleh ... Duh, Kakek mau buang air kecil dulu nih. Tunggu sebentar ya.”
Sambil membawa cangkir bekas kopi yang sudah habis untuk diletakkan di tempat cuci piring, si Kakek pergi ke toilet.
Empat menit kemudian, si Kakek kembali. Bisa dilihat bahwa si Anak sedang tiduran di sofa serta sudah mematikan televisinya, mungkin karena tayangan berita sudah selesai dan tidak ada acara seru lainnya. Mengetahui si Kakek kembali, ia langsung mengubah posisi menjadi duduk seperti sebelumnya sambil berkata,
“Ayo, Kek, lanjutin yang tadi. Tadi sudah di bagian penyebab kestabilan dolar. Sambil menunggu Ibu dan Ayah juga yang sepertinya bakal sebentar lagi pulang nih.”
“Oke, Cu, santai ... seperti lagu Bang Rhoma Irama. Hehe. Jadi, kestabilan dolar ini karena perekonomian Amerika Serikat yang sangat kuat, sehingga bisa memengaruhi perekonomian negara lain. Bisa dibayangkan seandainya saja ekonomi Amerika Serikat sedang bermasalah, kemudian menarik seluruh investasi dan dananya dari Indonesia, rupiah bisa langsung terjun bebas.”
“Terjun bebas? Maksudnya kayak gimana, Kek? Masa iya uang bisa main terjung payung?”
“Oalah. Hehe. Terjun bebas itu maksudnya nilai rupiah terhadap dolar semakin rendah, Cu. Misalnya, yang awalnya satu dolar sama dengan sepuluh ribu rupiah, tapi karena rupiah terjun bebas, nilai satu dolar bisa saja jadi tujuhbelas ribu rupiah. Dan, kalau begitu, perekonomian negara kita bisa krisis.”
“Wah, ngeri juga ya, Kek.”
“Iya, ibaratnya, seandainya kondisi ekonomi Amerika Serikat sedang sakit, maka perekonomian Indonesia pun juga akan ikut sakit. Tapi sebaliknya, jika kondisi ekonomi Indonesia sedang sakit, Amerika Serikat tidak akan terkena dampak yang begitu signifikan alias santai saja euy. Nah, itu yang bikin sedih karena perekonomian kita tergantung dengan negara lain. Tapi, ya memang begitu kenyataannya.”
Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar dari luar rumah. Klakson tersebut sudah sangat dikenal oleh si Anak karena itu adalah mobil kedua orang tuanya yang baru saja pulang bekerja.
“Eh, Ibu sama Ayah sudah pulang, Kek! Asyiiik!”
“Iya, berarti segitu dulu yang bisa Kakek ceritakan. Kalau begitu, sehabis ini kamu jangan lupa mengerjakan tugas dari sekolah dan menyiapkan segala keperluan yang harus dibawa besok ya.”
“Siap, Komandan! Makasih banyak untuk pengetahuan malam ini.”
“Sama-sama, Cu. Kakek malah senang jika bisa saling berbagi ilmu. Hehe.”
***
Ibu dan Ayah dari anak tersebut sudah turun dari mobilnya dan bersiap masuk ke dalam rumah. Akan tetapi, raut wajah mereka berdua tidak seperti biasanya yang terlihat bahagia ketika sampai di rumah karena sudah rindu dengan anak semata wayangnya.
Sebelum masuk ke rumah, samar-samar terdengar perkataan dari si ayah kepada istrinya,
“Usaha kita nampaknya semakin hari semakin mengalami penurunan, Bu. Tadi sudah Ayah periksa bahwa biaya produksi kayu semakin mahal karena nilai dolar yang semakin naik. Duh, kalau keadaannya begini terus, khawatir usaha kita akan tutup.”
Dan, udara malam pun tak biasanya menjadi lebih dingin seperti saat itu.
cara penyampainnya kreatif sekali ya.
ReplyDeletebikin orang yang tadinya males buat baca jadi tertarik untuk baca.
soalnya kalau diliat dari judulnya, postingan ini kayaknya "berita" banget. tapi karena cara penulisannya diubah, isi postingannya jadi ringan
Terima kasih, Puti. :)
DeleteWah si cucu tahu simple plan segala..wkwk
ReplyDeleteBisa aja kamu cu..hehe
jadinya plin plan..:D
Pengaruh banget memang dollar trhadap rupiah in.
Ada lagi kek ceritanya :D
Si cucu memang suka penasaran sama yang ditonton. Untung, kakeknya bisa ngejelasin. Hehe.
DeleteKalo penjelasanya seperti ini sih jadi mudah dimengerti. Kayaknya bagus untuk dishare untuk anak-anak yg baru belajar mata uang ^^
ReplyDeleteTerima kasih, Sam. Semoga ada hal-hal baik yang bisa diambil dari ceritanya.
DeleteWalah.....cucu kakek yg cerdas berumur 6 tahun sudah mikirin perekonomian indonesia...hehe
ReplyDeleteAku baru nyadar, kok usd jadi patokan,hahahaha. Dan dari post ini juga aku baru tau apa maksud dari terjun bebas, ternyata kacau. Terimakasih kak infonya.....hehe
Mungkin anak kecil zaman sekarang sudah mengerti fungsi uang yang sebenarnya. Karena tanpa uang, mereka gak bisa jajan. Hehe.
DeleteDi awal cerita, gak habis pikir kalau gula mesti diitung 99 butir. Hahaha tapi makin lama ceritanya makin serius dan keren. Ada selingan humornya :D Tapi tetap informatif . ^^
ReplyDeleteTerima kasih, Lintang. Semoga bisa diambil hal-hal baik dari ceritanya. :)
DeleteBayangin jadi anaknya deh, kira-kira pasti aku bakal nganga dari awal sampai akhir gak tau tu kakek ngomongin apaan, ada depresi lah, nilai rupiah turun lah xD.
ReplyDeleteItu si anak lama banget bikin kopi 5 menit, terus cepet banget lagi kopinya habis, jangan-jangan pake air dingin lagi bikinnya xD.
Seru sih penyampaiannya dalam bentuk cerita, tapi dialognya masih baku banget menurutku, disampaikan ke anak kecil pun gak cocok menurutku. Menurutku sih, gak tau kalau mas anang
Di dunia ini memang penuh misteri, seperti kejadian kopi yang terjadi di cerita ini.
DeleteTerima kasih masukannya.
Memang menyedihkan sih, nilai tukar mata uang rupiah kita tuh rendah banget. Dulu tahun 2012-2013 waktu gua suka jualan barang dari China di Indo, 1 RMB tuh setara dengan 1300 rupiah. Sekarang denger-denger 1 RMB tuh udah hampir mendekati 2000 rupiah. Gile, naeknya tinggi banget, hampir dua kali lipat.
ReplyDeleteSemoga perekonomian kita tetap berjalan lancar ya, meskipun nilai rupiah terkadang suka turun-naik terhadap mata uang negara lain.
DeleteMetode penyampaian ceritanya kreatif, tapi keseringan buat pembaca alias gue agak kzl dan zbl karena ceritanya ditunda-tunda mulu, karena alasan si kakek. Mendingan sebelum cerita, kakeknya minum Kopi*ko dulu deh biar ganttin kopi. Kasian anaknya, ilmu yang seharusnya utuh diceritakan jadi terkesan nanggung. Malah si cucu udah sempat tidur,kan? Parah banget tu kakek.
ReplyDeleteTapi ide ceritanya menarikh nih. Se-kzl-kzl-nya aku sama ulah si kakek itu, lebih kzl dan zbl lagi aku kalau menyadari ternyata Indonesia sangat tergantung pada ekonomi negara lain. Makanya kemarin pas Donald Trump resmi jadi presiden AS, banyak ahli ekonomi Indonesia yang berusaha memprediksikan keadaan ekonomi Indonesia. Apakah dengan kebijakannya yang kontroversial bisa melemahkan Indonesia? Tapi sejauh ini ahli yang berbicara mengatakan tidak akan ada dampak yang signifikan.
Gara gara postingan lo ini, gue baru browsingan tentang Marshall Plan, padahal udah dipelajari sejak SMP kemarin.
Terima kasih masukannya. Iya, jika ingin informasi yang lebih mendalam, kita bisa mengakses situs kredibel dan membaca pendapat dari ahli ekonomi.
Deleteaduh nih kakek mau jelasin 1 bab aja banyak iklannya kan si cucu jadi kzl..hehehe..gue nggak begitu tau tentang ekonomi macam itu ya, jadi gue bingung deh mau komen apa. -.-
ReplyDeleteGak apa-apa, kita masih sama-sama belajar dalam memahami ekonomi yang terjadi di Indonesia. Hehe.
DeleteDi zaman aku kecil, belum pernah namanya punya pikiran sekeren cucu kakek ini. Yang aku tau, have fun aja.. XD Males mikirin politik negeri.
ReplyDeleteTapi, mungkin di zaman sekarang gak bisa dipungkiri, rasa penasaran anak selalu jadi pertanyaan untuk orang2 dewasa. Inilah pentingnya mengenal sejarah.
Hem... Dari cerita ini aku juga ikut belajar versi ringan tentang uang. Bahasa yang sederhana dan pengertian yang tegas, kalo aku jadi cucunya, mungkin akan ikut menjadi cucu yang pintar juga..
Nice bg Agung..
Terima kasih.
DeleteIya, melihat perkembangan anak zaman sekarang yang kebanyakan adalah generasi milenial, secara gak langsung mereka jadi suka ingin tahu hal-hal "berat" yang berasal dari televisi atau media informasi lainnya yang sebenarnya adalah urusan orang dewasa.
Ah gw tau ! Ini pasti si cucu mata duitan, makanya suka nanya dollar. Iya kan?
ReplyDelete*maksa*
Kalau cucu yang mata duitan, bisa jadi dia adalah cucunya Paman Gober dari serial Donal Bebek. Hehe.
Delete