Sumber gambar: freepik.com
Tong neng!
Oh, suara aplikasi LINE berbunyi dan bergetar di dalam saku celana, sehingga gue yang saat itu sudah memesan sepiring nasi dengan lauk tempe orek dan telur dadar di warteg, jadi menunda sebentar dan meletakkan lagi suapan yang hampir masuk ke mulut.
“Yuk, yang ada waktu nonton Festival Teater Nasional di Taman Ismail Marzuki. Kita nonton perwakilan dari Banten karena ada anggota Teater Warakala di sana. Tempat dan tanggalnya ada di poster yang gue upload, ya.”
Ternyata itu teman gue semasa SMA, Lutfi, yang mengirimkan pesan tersebut di grup LINE yang sudah dibuat sejak 2014. Sedikit informasi, itu adalah grup yang berisi teman-teman ekskul teater SMA saat kami masih aktif di sana. Dan, pesan tersebut bertujuan supaya kami bisa menonton pertunjukan teater karena ada beberapa anggota Teater Warakala (cerita tentang Teater Warakala pernah gue ceritakan di sini) yang bergabung dalam perwakilan provinsi Banten untuk mengikuti festival. Sebagai alumni, kami yang sedang gak sibuk bisa datang ke sana sekaligus silaturahmi dengan yang lainnya. Alhamdulillah, saat itu gue bisa ikut karena tugas kuliah yang gue kerjakan hanyalah skripsi, jadi bisalah diluangkan waktu gue untuk ke sana.
“Oke, gue ikut, Fi. Besok gue langsung ke TIM ya,” balas gue segera, kemudian gue kembali melanjutkan makan malam yang sempat ditunda beberapa detik.
Setelah selesai dari warteg dan kembali ke kamar kos, gue memeriksa lagi balasan dari tiga belas teman lainnya yang ternyata kebanyakan dari mereka gak bisa ikut karena masih ada perkuliahan dan ada juga yang sedang di luar kota. Yang bisa adalah gue, Rahayu, dan Lutfi.
Keesokan pagi (17/5/2016), gue sudah bersiap untuk berangkat ke TIM.
Jika pagi itu lu sedang berada di kawasan UIN Jakarta, lu bisa melihat seorang pria berkacamata memakai flannel biru dan celana panjang cokelat sedang menaikki mobil angkot. Dari mobil angkot, dia turun di Stasiun Pondok Ranji karena tujuannya adalah Stasiun Tanah Abang.
Ya, itu adalah proses gue untuk ke Taman Ismail Marzuki dengan menaikki kereta listrik karena gue tahu kalau naik angkutan umum seperti bus, kemungkinan besar akan macet dan jadi bete. Setelah sampai di Stasiun Tanah Abang, gue menaikki ojek online yang langsung menuju ke TIM.
Oh, ternyata rencana gue berhasil. Gue sampai di sana sekitar pukul sepuluh seperti jadwal di poster yang gue lihat malam itu. Gak lama kemudian, gue mengontak Lutfi untuk menanyakan tempat titik kumpul dia dan anggota teater perwakilan Banten berada karena dia berangkat bareng mereka. Dia membalas bahwa mereka sudah berada di samping gedung pertunjukkan. Lalu, gue mencari mereka dan akhirnya kami pun bertemu.
Bertemu teman lama dan masih menjalin silaturahmi sampai sekarang memang menyenangkan karena sangat jarang gue memiliki teman SMA atau SMP yang masih suka berkumpul. Saat bertemu Lutfi, gue langsung diajak ke tempat anggota teater Banten dan berkenalan satu per satu. Banyak wajah-wajah baru yang gue temui, yang gue kenal hanya Bang Duri dan Pak Roni (sutradara) karena mereka berdua yang melatih gue dan teman-teman berteater saat SMA.
Gak lama kemudian, ada pengumuman bahwa festival akan segera dimulai. Itu adalah festival hari kedua dan diselenggarakan selama empat hari (16-19/5/2016) karena yang tampil adalah dari setiap provinsi di Indonesia. Gue dan yang lainnya pun masuk ke ruang teater Taman Ismail Marzuki.
Melihat kemegahan ruang yang digunakan untuk berteater, gue baru menyadari bahwa itu adalah pertama kalinya gue masuk ke sana. Terlihat banyak orang yang datang karena festival tersebut gak dipungut biaya untuk masuk. Di sana, gue bisa melihat orang-orang yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia dari tulisan di kaos seragam pertunjukan yang mereka pakai saat itu.
Lampu mulai dimatikan. Pertunjukan pun dimulai. Penonton hening menyaksikan pertunjukan teater yang sedang berlangsung.
Hari itu, provinsi yang tampil adalah dari Yogyakarta, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Papua, dan Bengkulu.
Dengan melihat festival dari berbagai provinsi di Indonesia, gue jadi mendapatkan wawasan baru mengenai cara mereka memainkan teater. Dari mulai logat bahasa dan ciri khas budaya, mereka masukan ke dalam pertunjukan, sehingga setiap pertunjukan gue merasakan feel yang berbeda.
Pada pertunjukan bagian pertama, dilaksanakan pada pukul sepuluh sampai pukul dua belas, setelah itu dipakai untuk istirahat selama satu jam. Bagian kedua, dimulai pada pukul satu siang sampai tiga sore. Dan, inilah bagian anggota teater perwakilan Banten beraksi. Sang sutradara, Pak Roni, memilih cerita yang kurang lebih intinya tentang warga desa yang menentang penggusuran sawah dan desanya untuk digantikan menjadi pabrik oleh para pemilik modal. Melihat para pemain beraksi di atas panggung, gue pun jadi rindu saat gue dipercaya menjadi aktor utama Teater Warakala untuk ikut Festival Teater se-Banten pada 2011 lalu. Sekarang, gue tinggal mengenangnya saja. Hehe.
Gue menonton pertunjukannya hanya sampai waktu asar karena di pertunjukan bagian ketiga yang dimulai pukul empat sampai enam sore, gue memilih untuk mengobrol bersama beberapa anggota teater Banten di luar gedung.
***
Mobil dan motor semakin ramai berlalu-lalang di jalan raya saat gue melihatnya dari kawasan Taman Ismail Marzuki dan itu menandakan bahwa mereka sudah saatnya kembali ke rumah masing-masing dari tempat mereka bekerja atau kuliah atau terserah mereka dari mana, serta itu juga menandakan bahwa sore sudah selesai bertugas dan segera digantikan tugasnya kepada malam.
Dari Gedung TIM, gak terasa bahwa pertunjukan pun sudah selesai karena ditunjukkan oleh mereka─para penonton─yang ramai keluar dari gedung pementasan. Lalu, kegiatan gue selanjutnya adalah berfoto ria bersama anggota teater Banten untuk diabadikan di smartphone dan itu juga disebabkan oleh mereka yang diimbau untuk segera kembali ke hotel tempat mereka menginap supaya bisa beristirahat. Setelah berpamitan kepada teman-teman anggota teater, gue kembali ke tempat kos menggunakan kendaraan seperti di awal cerita.
Semoga di lain waktu, gue dan anggota Teater Warakala angkatan pertama yang gak hadir saat itu, segera bisa berkumpul dan bersilaturahmi lagi secara lengkap. Amin.
Dan, inilah beberapa foto yang diambil di sana.