Tanggal di Februari udah hampir memasuki ke setengah bulan.. Ya, di awal bulan ini gue sedang mengalami kondisi yang kurang sehat. Hari-hari diisi dengan ngemil obat dan tidur di kasur. Gue pun rindu merasakan sinar matahari pagi.
Jadi kisah ini dimulai di akhir Januari kemarin. Tiba-tiba perut gue jadi terasa sakit. Iya sih, selama libur kuliah gue emang sering makan, tapi gue yakin makanan yang gue makan itu adalah makanan yang bergizi dan halal.
Awalnya gue kira saat itu gue sedang terkena masuk angin, perut terasa kembung dan terasa gak enak, gue juga udah minum obat masuk angin orang pintar tapi ternyata gak ada perubahan. Gue pun bingung. Waduh, kenapa perut gue masih sakit dan terasa kembung begini?, tanya gue dalam hati.
Gue langsung bilang ke nyokap tentang kondisi gue saat itu, beliau menganjurkan gue untuk segera berobat ke dokter umum. Tanpa basa-basi lagi, di hari Minggu pagi (26/01/2014) gue langsung diantar bokap menuju dokter terdekat naik motor.
Sekitar 15 menit gue diperiksa di dalam ruang praktik dokter tersebut, si dokter pun berkesimpulan kalau gue mengalami asam lambung. Seketika itu juga gue kaget. Hah, asam lambung? Berarti dugaan gue selama ini kalau gue masuk angin salah dong?, teriak gue dalam hati dengan ekspresi muka sumpeh-lo.
Dokter menganjurkan gue untuk gak makan makanan yang pedas-pedas dan ada santannya. Gue cuma dibolehin makan bubur dan makanan yang lembut-lembut gitu. Ya karena demi kesehatan, gue pun mengangguk-ngangguk saja di depannya mendengarkan anjuran tersebut.
Dokter menganjurkan gue untuk gak makan makanan yang pedas-pedas dan ada santannya. Gue cuma dibolehin makan bubur dan makanan yang lembut-lembut gitu. Ya karena demi kesehatan, gue pun mengangguk-ngangguk saja di depannya mendengarkan anjuran tersebut.
Sesampainya di rumah, gue langsung menceritakan kepada nyokap hasil dari periksa dokter beberapa saat tadi. Nyokap kaget, padahal selama di rumah, beliau memasak makanan yang udah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, gak pakai bumbu yang aneh-aneh. Beliau pun langsung nanya ke gue,
“Mungkin waktu selama di kosan kemarin, kamu sering makan yang pedas-pedas ya?”, tanyanya sambil melihat gue.
“Iya, bu.. waktu Agung di kosan, Agung sering makan masakan padang dan suka makan pakai sambal yang lumayan banyak”, jawab gue dengan jujur sambil menahan rasa nyeri di perut.
“Tuh kan, benar.. Yaudah kalau begitu selama proses penyembuhan, kamu gak boleh makan yang pedas-pedas dulu ya. Demi kesehatan kamu. Jangan lupa obat yang dari dokter diminum.”
“Iya, bu. Agung ngerti”, jawab gue pasrah.
Sejak itu gue langsung berhenti sementara untuk gak makan makanan pedas. Gue cuma makan biskuit, roti, bubur, nasi yang lembut, dan lauk-pauk yang gak boleh ada cabainya.
***
Empat hari berlalu, tapi anehnya gue masih merasakan rasa nyeri di dalam perut. Obat yang disuruh dokter untuk diminum pun udah gue habiskan. Lalu gue pun bilang lagi ke nyokap tentang kondisi gue, nyokap bingung, bokap juga. Oke, karena kedua orangtua gue gak mau ngambil pusing, gue disuruh untuk periksa lagi ke dokter. Di hari Kamis pagi (30/01/2014) gue kembali datang ke dokter yang meriksa gue beberapa hari yang lalu.
Dokter menanyakan tentang kondisi gue yang ternyata masih belum ada perubahan. Perut terasa kembung dan nyeri. Tubuh gue diperiksa lagi sekitar beberapa menit, setelah itu gue langsung diberikan obat yang ternyata beda dari sebelumnya.
Sesampainya di rumah, gue langsung minum obat dan segera istirahat. Beberapa hari itu gue habiskan tidur di kasur tercinta karena tubuh gue emang lagi kurang fit.
Hari itu pun berlalu.
Di Jumat pagi (31/01/2014) setelah gue bangun tidur (walaupun sebenarnya gue gak bisa tidur saat itu), gue merasakan sakit di dalam perut gue semakin menggila. Sakit banget; melebihi sakitnya ditolak sama gebetan yang udah lama di-pdkt-in. Gue segera bilang ke nyokap tentang kondisi gue yang semakin memburuk. Nyokap dan bokap langsung panik. Mereka juga bingung harus berbuat apa, padahal di hari sebelumnya gue baru aja periksa lagi ke dokter. Gue hanya diam pasrah dan berdoa sambil memegang perut yang gak tau kenapa jadi gak terkendali.
Tiba-tiba aja ada tetangga samping rumah yang masuk ke kamar gue karena dia tau tentang informasi gue yang kurang sehat. Dia menganjurkan gue untuk berobat ke dokter yang berbeda. Di samping itu, gue juga baru menyadari kalau selain perut gue terasa nyeri, ada bintik-bintik merah yang muncul di kedua permukaan kaki gue. Gue tambah panik.
Bintik-bintik merah itu tiba-tiba aja muncul. Pertanda apakah ini? Apakah ini tanda-tanda gue bakal berubah menjadi Spiderman? Ahh, seketika saat itu pikiran gue jadi mendadak aneh.
Nyokap dan bokap setuju kalau gue harus diperiksa lagi. Iya, untuk yang ketiga kalinya dalam minggu itu. Tanpa basa-basi lagi gue dan bokap kembali menuju dokter, tapi bukan dokter yang kemarin, beda lagi. Tempatnya pun lebih jauh dari yang sebelumnya.
Sekitar 45 menit gue dan bokap sampai di klinik dokter tujuan kami dengan mengendarai motor. Kemudian bokap mendaftarkan gue ke penjaga klinik untuk pemeriksaan. Sekitar 15 menit menunggu, akhirnya nama gue dipanggil.
Masih dengan keadaan perut terasa nyeri, gue masuk ke ruang praktik dokter. Gue ditanya tentang keluhan yang gue rasa kemudian disuruh berbaring di kasur kecil untuk diperiksa. Si dokter pun berkesimpulan kalau gue emang mengalami masalah lambung, tapi dia masih bingung dengan bintik-bintik merah yang muncul sedikit di permukaan kaki gue. Karena itu, gue disuntik untuk diambil sampel darahnya. Apakah bintik-bintik yang muncul itu akibat dari gigitan nyamuk atau penyebab lain?
Setelah pemeriksaan itu, gue kembali ke ruang tunggu untuk menunggu hasil darah dari laboratorium klinik. Perasaan khawatir masih hinggap di pikiran gue. Khawatir kalau penyakit yang sedang gue derita adalah penyakit yang berbahaya.
Gue dan bokap kembali menunggu cukup lama. Gak lama kemudian dokter yang meneliti darah gue pun datang membawa surat hasil dari laboratorium. Setelah dibaca, ternyata kandungan darah yang ada di dalam tubuh gue baik-baik saja dan gak mengalami gejala penyakit. Hati gue pun lega. Gue berpikir kalau bintik-bintik merah itu akan hilang dengan sendirinya. Iya, yang gue bisa lakukan hanyalah berpikir positif di saat seperti itu.
Setelah menebus obat dan membayar pemeriksaan selesai, gue dan bokap kembali pulang.
Gue udah berada di kamar. Obat dari dokter yang baru pun sudah gue minum. Berharap kesembuhan menghampiri gue. Di hari Jumat itu juga, gue menghabiskan waktu dengan tidur. Mencoba untuk melupakan rasa perih yang diderita.
***
Siang telah berganti malam. Keanehan terjadi lagi di bagian tubuh gue. Tiba-tiba di beberapa bagian pergelangan kaki dan tangan mengalami pembengkakan. Awalnya gue merasa biasa aja, tapi karena bengkak yang muncul itu terasa sakit, gue jadi panik. Lebih panik malah. Tapi, rasa nyeri di perut gue perlahan mulai menghilang. Wah, ada apalagi ini?
Keesokan paginya tepatnya hari Sabtu (01/02/2014), bengkak yang ada di tangan dan kaki gue semakin membesar. Bintik-bintik merah yang gue harap hilang pun ternyata sudah menjalar sampai ke kedua paha gue. Lagi-lagi gue hanya bisa berdoa dan pasrah.
Gue pun segera bilang ke nyokap tentang kondisi gue yang semakin hari malah semakin kurang sehat. Nyokap dan bokap juga merasa bingung karena udah tiga kali gue dibawa ke dokter umum, tapi masih belum ada perubahan. Pada saat itu kaki gue diolesi minyak yang biasa dipakai untuk memijat, berharap dengan begitu (setidaknya) bengkak di bagian tubuh gue bisa kempes. Gue juga disuruh banyak-banyak istirahat.
Hari itu pun berlalu.
Hari Minggu (02/02/2014) datang terasa lebih cepat, tapi yang gue rasakan saat itu adalah rasa sakit di beberapa bagian tubuh gue yang terasa datang lebih cepat juga. Gue merasa obat yang dikasih dokter udah gue minum secara teratur. Perlahan, penyakit lambung gue mulai sembuh tapi penyakit lain malah datang.
Beberapa jam kemudian bokap meminta tolong ke tetangga yang bekerja di rumah sakit untuk memeriksa keadaan gue, beliau bernama Pak Wawan. Pak Wawan kemudian langsung datang ke kamar gue meminta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. Nah, gue pun menjelaskan keadaan gue yang sebenarnya dari awal banget sampai pada kondisi saat itu. Saat itu juga, tangan dan kaki gue jadi tambah terasa sakit banget untuk digerakin. Iya, penyebabnya adalah karena terjadi pembengkakan yang belum tau penyebabnya apa.
Curiga karena ada salah satu obat yang gue konsumsi mengandung zat yang gak cocok untuk tubuh gue, Pak Wawan segera menganjurkan gue untuk berhenti mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter beberapa hari lalu. Gue juga dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit supaya ada dokter spesialis yang dirasa lebih mampu untuk menangani penyakit gue. Gue hanya bisa mengangguk saat itu, berharap penyakit apa yang gue derita cepat diketahui.
Pada hari itu juga, nyokap dan bokap bertanya ke beberapa tetangga dekat rumah. Banyak banget yang menebak penyakit yang sedang gue derita, ada yang bilang gue terkena gejala cikungunya, demam, bahkan ada yang beranggapan gue terkena gejala penyakit struk.. Hiii naudzubilah, jauh-jauh deh. Gue hanya bisa diam menerima pendapat-pendapat dari tetangga yang malah membuat gue semakin nge-down.
Minggu berlalu, hari Senin pun datang.
Di hari itu (03/02/2014) kondisi gue semakin parah. Tangan dan kaki gue terasa sakit banget kalau digerakin. Mau ke toilet aja gue harus jalan pelan-pelan banget.
Karena hari itu gue mau meriksa kondisi gue ke rumah sakit, gue langsung segera siap-siap untuk berangkat ke sana. Sekitar jam 8 gue berangkat menaikki mobil sewaan. Mau masuk ke dalam mobil aja gue harus dibantu dulu. Sungguh sedih kalau diingat-ingat lagi.
Sekitar 45 menit akhirnya gue sampai di rumah sakit. Rumah sakit yang dituju adalah Ciputra Hospital di daerah Citra Raya. Rumah sakit tersebut dipilih karena Pak Wawan bekerja di sana, lagipula letaknya juga gak jauh-jauh banget dari rumah gue.
Ketika keluar dari dalam mobil, ternyata udah ada salah satu pegawai rumah sakit yang menghampiri sambil membawa kursi roda untuk gue naikkin. Iya, kondisi gue saat itu sangat parah. Udah susah banget untuk bergerak. Akhirnya gue pun menaikki kursi roda untuk masuk ke dalam rumah sakit.
Di dalam, nyokap dan bokap mengurusi administrasi pengobatan, sedangkan gue mulai diantar ke dalam ruang dokter. Dokter yang memeriksa gue saat itu adalah dokter spesialis penyakit dalam.
Di dalam ruang dokter, gue mulai diperiksa dan ditanya tentang kondisi. Tapi saat itu, dokter juga masih belum tau tentang penyakit gue. Bintik-bintik merah yang muncul di pergelangan kaki sampai paha dan ada pembengkakan di bagian sendi-sendi. Lagi-lagi gue hanya bisa berdoa, berharap Tuhan memberikan yang terbaik untuk kondisi gue.
Tak lama kemudian, gue disuruh untuk menjalani pengobatan rawat-inap. Iya, ternyata gue gak diperbolehkan untuk pulang dan harus dirawat di rumah sakit.
Itu adalah kali pertama gue di rawat di rumah sakit. Biasanya sih kalau gue sakit, dirawatnya di rumah sendiri. Oke, gue pun setuju. Gue mulai dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan darah dan beberapa pemeriksaan lain; dan akhirnya sampailah gue ke dalam sebuah ruangan untuk dirawat.
Gue sudah berbaring di atas kasur dan dua suster mulai meng-infus gue. Ohh iya, pertama kali gue ngelihat orang di-infus adalah ketika gue menonton di sinetron dan gue merasa pasti rasanya gak enak banget karena ada plastik cairan yang terus menancap di urat tangan dan menggantung di tiang infus. Dan ternyata, saat itu akhirnya gue merasakan juga rasanya di-infus. Awalnya emang agak sakit gara-gara urat di pergelangan tangan gue disuntik, tapi pas prosedurnya selesai, udah gak terasa apa-apa lagi. Cuma terasa ada cairan yang masuk ke dalam urat.
Yah, begitulah kalau tangan kita di-infus.
***
Di hari pertama gue dirawat, kondisi gue masih memprihatinkan. Nyokap dengan setia menunggu gue di dalam ruangan berdua dengan gue karena bokap harus melaksanakan tugasnya sebagai kepala rumah tangga; mencari nafkah.
Pada sore harinya, dokter yang memeriksa gue saat itu masuk ke dalam dan memberitahu penyakit yang gue derita. Dia ngasih tau ke gue dan nyokap kalau penyakit yang gue derita bernama Henoch-Schönlein purpura. Wow, penyakit macam apakah itu? Kenapa namanya seperti berasal dari planet alien?
“Itu adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Salah satu penyebabnya karena ada kandungan obat yang masuk ke dalam tubuh, tapi si tubuh gak bisa menerimanya”, si dokter menjelaskan ke pada gue dan nyokap.
Munculnya bintik-bintik merah di permukaan kaki gue. Salah satu tanda dari penyakit Henoch-Schönlein purpura.
Gue sejenak berpikir, wah jangan-jangan dugaan karena obat yang diberikan oleh dokter umum beberapa hari lalu itu benar. Penyakit lambung gue alhamdulillah sembuh, tapi ternyata ada penyakit lain yang muncul karena efek obat tersebut.
Kalau mau tau lebih tentang penyakit Henoch-Schönlein purpura, nih ada infonya dari wikipedia.
Kalau mau tau lebih tentang penyakit Henoch-Schönlein purpura, nih ada infonya dari wikipedia.
Nyokap sampai ketiduran menemani anaknya yang paling ganteng ini di rumah sakit. :')
Hari Selasa tiba (04/02/2014). Kondisi gue berangsur-angsur mulai ada perubahan. Pembengkakan yang terjadi di persendian gue sudah mulai kempes, tapi bintik-bintik merah masih muncul. Dokter juga beberapa jam sekali memeriksa kondisi gue.
Ya, sakit rasanya emang gak enak. Tapi lebih gak enak lagi kalau ketika sakit, gak ada orang yang memerhatikan.
Satu per satu saudara gue mulai berdatangan pada hari itu. Gue merasa bersyukur karena selain orangtua, saudara-saudara gue juga ikut memerhatikan kondisi gue. Gue jadi terharu.
Pada sorenya, si @yygdyen yang masih menggunakan seragam SMA karena habis pulang sekolah juga menjenguk gue. Dia adalah mantan pacar gue yang sudah sekitar setahun lebih gak bertemu. Meskipun jarang bertemu, komunikasi kami tetap berjalan sehingga kami sering bertukar kabar. Oleh sebab itu dia tau kondisi gue dan memutuskan untuk menjenguk. Itu juga karena rumahnya dengan rumah sakit di mana gue dirawat jaraknya gak begitu jauh. Walaupun begitu, gue merasa bahagia. :’)
Saat itu ketika gue mengobrol dengan @yygdyen masih terasa sama seperti dulu, sama seperti saat kita masih sering pergi bersama. Bedanya dulu kami nge-date di restauran, sekarang gue dan dia bertemu di rumah sakit. Gak apa-apa, syukuri aja. Gue juga melihat dia seperti gak ada perubahan, tetap enak diajak ngobrol dan gak canggung ketika bertemu padahal udah setahun lebih sejak terakhir kali kami pergi bersama. Memori-memori indah itu pun kembali muncul di pikiran gue. Gue jadi senyum-senyum sendiri. Hehe.
Satu setengah jam berlalu, waktu terasa begitu cepat kalau diisi dengan hal-hal yang bisa membuat hati menjadi bahagia. Yayang pun meminta izin ke gue dan nyokap untuk pamit pulang. Gue yang belum bisa pergi ke mana-mana hanya bisa melihat Yayang berlalu dari dalam ruangan. Gak bisa mengantarkannya pulang seperti dulu.
Foto bersama @yygdyen ketika dia menjenguk gue. Sweet moment I think.
Oke, kembali ke cerita.
Di hari kedua saat gue dirawat, kondisi gue semakin membaik. Walaupun kalau mau ke toilet, gue masih butuh nyokap untuk menemani dan masih belum bisa banyak gerak. Masih sering berbaring di atas kasur.
Hari Rabu (05/02/2014) atau tepatnya hari ketiga gue dirawat, kondisi gue terasa semakin membaik. Gue juga merasa udah bosan hanya berdiam diri di kasur dan tidur-tiduran. Gue mau segera pulang ke rumah.
Infusan gue masih tetap rutin diisi dan dokter juga rutin memeriksa kondisi gue. Tapi tiba-tiba dokter berbicara hal yang membuat gue dan nyokap menjadi terkejut sekaligus bahagia.
“Bu, hari ini Agung sudah bisa pulang ke rumah. Kondisinya menunjukkan kalau dia semakin membaik. Meskipun begitu, dia masih harus rutin periksa ya”, kata si dokter sambil tersenyum.
Yeaah! Akhirnya gue bisa pulang juga, teriak gue dalam hati.
Di hari ketiga itu, tubuh gue emang udah terasa baikan. Bengkak-bengkak yang muncul pun udah mulai hilang, begitu juga bintik-bintik merahnya perlahan udah mulai hilang sebagian. Gue udah bisa ke toilet sendiri tanpa bantuan nyokap. Infusan juga udah bisa dicopot. Yaa walaupun hari itu gue habiskan masih dengan banyak istirahat.
Akhirnya pada malam hari itu, setelah mengurusi administrasi rumah sakit dan menebus obat, gue bersiap-siap menuju rumah tercinta.
Meskipun cara jalan gue masih pincang karena belum sepenuhnya sembuh, gue tetap bersyukur. Gue mulai keluar dari rumah sakit dan menuju parkiran.
Sekitar jam setengah sepuluh malam, gue tiba di rumah. Gue masih harus banyak istirahat dan belum boleh melakukan banyak aktivitas yang menguras tenaga, seperti main game seharian penuh.
***
Itulah pengalaman gue selama berada di rumah sakit. Menurut gue, segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Gue yakin kalau Tuhan memberikan cobaan kepada umat-Nya untuk menjadikannya manusia yang kuat, tidak gampang menyerah dan harus selalu berpikir positif. Dari kejadian itu juga, gue jadi tau rasanya dirawat di rumah sakit, menikmati makanan yang disediakan dari rumah sakit, gimana betenya karena hanya bisa tiduran dan gak bisa melakukan apa-apa, dan masih banyak lagi hal yang gue rasa gak akan mau gue ulangi untuk kedua kalinya. Yaa oleh sebab itu, saat ini gue jadi lebih memerhatikan kesehatan, berusaha untuk gak makan makanan yang dirasa kurang menyehatkan bagi tubuh seperti yang gue lakukan saat berada di tempat kos.
Selain itu gue juga mendapatkan hikmah yang begitu luar biasa. Karena pada saat gue berada di kosan dan hanya pulang seminggu sekali ke rumah, gue jadi jarang bertemu kedua orangtua. Nah ketika gue sedang sakit pada saat itu, gue jadi merasa berkumpul bersama lagi dengan keduaorangtua gue yang jarang banget gue rasakan ketika berada di kosan.
Gue juga bersyukur karena pada saat gue sakit, gue sedang libur kuliah. Kebayang kan gimana kalau gue lagi berada di kosan dan tiba-tiba mengalami hal tidak enak tersebut?
Kembali lagi, segala kejadian pasti ada ‘sesuatu yang berharga’ untuk direnungi; untuk diambil sisi positifnya.
Saat menulis postingan ini, obat-obat yang diberikan dokter masih menjadi cemilan gue sehari-hari tapi bintik-bintik merah yang muncul di permukaan kaki udah mulai hilang dan kesehatan gue semakin membaik. Alhamdulillah..
Oke, makasih ya udah ngebaca curhatan gue sepanjang ini. Semoga kalian yang membaca juga bisa mengambil hikmah dari kejadian yang gue alami.
Wassalam~
Pengen curhatt.. Aku udh 8 bulan hsp. Blm berubah
ReplyDeleteTerus konsultasi aja ke dokter spesialis yang kamu percayai dan pastinya juga harus selalu berdoa.
Delete